Minggu, 10 April 2011

Pantomim; Sebuah Anugerah untuk Riski

 simbol bengkel pantomim

 persiapan sebelum pentas 

 pementasan pantomim


 pementasan Riski dalam Seminar Pembelajaran Sastra yang Apresiatif
Alhamdulillah hari ini kami sudah mencapai “gong” yaitu pementasan pantomim oleh Riski di depan Bapak Dekan, Bapak Kajur, Bapak Kaprodi, Ibu Sekjur, Bapak-Ibu dosen, serta 80 guru dan mahasiswa dari seluruh Jawa Tengah. Kami berharap lewat pementasan hari ini dapat menggugah kepedulian dan kesadaran kita bahwa setiap orang bisa “berkarya” dan “berkreasi”.

Riski, Seorang Anak Berkebutuhan Khusus
Seorang anak down syndrome, kurang lebih memiliki tingi badan 140 cm, berperawakan gendut, berkulit putih, dan wajah mirip ras Mongolia (ya memang begitulah ciri-ciri penderita down syndrome). Ia sebenarnya sudah kelas 1 SMA karena usianya yang sudah 17 tahun tapi Riski tak bisa menyebutkan namanya sendiri, bahkan kadang ia lupa siapa nama gurunya. Riski tak tahu dimana rumahnya, apalagi jumlah saudara kandungnya. Ia tak bisa membaca dan berhitung, apa lagi menulis.

Mencoba Berkomunikasi dengan Riski
Tadi pagi aku dan Riski sudah cukup banyak bercakap, ya walaupun kami tak tahu sedang memperbincangkan apa, yang penting Riski bisa tertawa, itu sudah membuatku merasa sukses “mengobrol” dengan anak yang memiliki keterbelakangan dalam kemampuan verbal itu. Dia hanya bisa mengucap “cape deh” (dengan gaya cape deh juga) jika sekiranya yang dia temui adalah hal yang lucu, kemudian ia tak sungkan untuk tersenyum dan melemparkan “kiss bye” nya pada setiap orang yang dia temui.

Belajar Bersama Riski
Terlintas saja di otakku untuk menguji Riski. Aku tuntun tangannya untuk memegang jemariku. Aku bilang satu, dua, tiga, empat, lima, kemudian aku menunjukkan bahwa jariku ada lima. Namun ketika Riski kutanya, ini ada berapa? Dia jawab “tiga”. Ya memang begitu, kemampuan Riski sangat rendah. Itulah yang sedang kupelajari, aku sangat penasaran dengan “Teknik/metode apa yang seharusnya digunakan?”

Anugerah itu Datang Melalui Pantomim
Keterbelakangan dan kekurangan Riski rupanya bukan alasan untuk membatasi kreasinya. Ajaib memang, seorang anak yang memiliki kecerdasan dan daya ingat yang rendah, rupanya bisa menghapal gerakan-gerakan pantomim, bahkan gerakan yang disuguhkannya sangat gemulai dan terkadang mengundang gelak tawa dari para penonton. Pertunjukkan pantomim di Gedung B1 106 hari ini sukses digelar, terima kasih atas bantuan semua pihak. Seluruh penonton tersihir olehmu Riski. Kesuksesan di tanganmu.
Semarang, 10 April 2011. (11.21)

Sabtu, 09 April 2011

Dunia Belum Kiamat bagi Anak yang Cacat

 Bersama Nurul, Bu Nur, dan salah satu anak down syndrom

Berpose bersama anak-anak down syndrome dan tunagrahita ketika jam istirahat

Yeah, akhirnya hari itu aku ke YPAC (Yayasan Penyandang Anak Cacat) juga, setelah vakum selama dua minggu karena ngurusi lomba di kampus. Alhamdulillah kemarin waktu aku ke sana semua masih sama. Mereka masih terlihat ceria tanpa beban masalah, menikmati hidup dengan penuh senyuman yang menenangkan.

Jadi lupa, dulu aku pernah berjanji akan menceritakan pengalamanku ketika melihat mereka beraksi di ruang kesenian. Subhanallah ternyata mereka juga sangat lihai bermain alat musik, bernyanyi, dan jago berpantomim walau kenyataannya ketika mereka dihadapkan dengan angka dan huruf, mereka tak mampu berkutik, bahkan untuk mengurutkan 1-10 pun suatu ancaman untuk mereka.

Lama tak berkunjung rupanya tak menjadi masalah bagi Bu Nur, beliau masih setia menyambut kami dengan keramahannya yang super. Hari itu kami disuruh masuk ke dalam kelas, beliau bercerita berbagai pengalamannya dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus. Rupanya anak berkebutuhan khusus itu secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu anak yang cacat secara fisik (tunarungu, tunanetra, tunadaksa)  dan anak yang mengalami keterbelakangan mental. Di YPAC, anak yang memiliki gangguan mental diantaranya anak autis, anak tunagrahita, dan anak down syndrom. Aku paling berminat untuk menyusuri lebih dalam tentang anak yang menderita down syndrom. Di sana aku melihat banyak sekali anak yang memiliki tipe wajah yang hampir sama, rupanya merekalah yang menderita down syndrom, karena gangguan tersebut membuat mereka meiliki tipe wajah yang khas (wajah kembar terbanyak di dunia). Anak-anak down syndrom memiliki kecerdasan yang sangat rendah, bahkan lebih rendah dari anak tunagrahita (idiot).

Aku baru sadar bahwa Riski (anak yang sangat lihai berpantomim) juga memiliki wajah yang khas. Ahh. . .ternyata benar, dia adalah penderita down syndrom. Dia sebenarnya sudah berusia 17 tahun, tapi badannya yang gempal dan mungil membuatnya terlihat sangat awet muda, bahkan dulu kali pertama bertemu aki mengira dia berusia 12 tahun. Di kelas dia tidak bisa membaca dan berhitung, tapi kata Bu Nur sekarang Riski sudah mengalami kemajuan, dia sudah bisa menulis di garis yang lurus dan dia sudah bisa melengkapi seretan angka yang rumpang, subhanallah. . Semangat Riski. ^_^

Aku sangat ingin menyusuri tentang kehidupan pribadi anak-anak yang berkebutuhan khusus, terutama tentang kondisi keuangan keluarga, saat mereka jatuh cinta, dan bagaimana dengan masa depan mereka. Menurut Bu Nur, tidak semua siswa SLB itu berasal dari keluarga yang mampu, banyak diantara mereka yang manunggak biaya bulananan, bahkan ada yang sampai berjuta-juta. Riski pun berasal dari keluarga yang kurang mampu. Hal yang paling seru untuk diperbincangkan adalah gaya pacaran mereka. Anak yang down syndrom dan tunagrahita rupanya juga memiliki selera, mereka dapat menentukan orang yang pantas menjadi pacar mereka, atau tidak. Hal yang cukup menakutkan adalah kecemburuan yang mereka punya. Ketika mereka melihat sang pacar sedang bersama orang lain maka mereka tak sungkan-sungkan untuk meluapkan emosinya, memukul orang yang sedang di dekat pacar, atau marah-marah tidak jelas.

Di antara anak-anak tersebut ada juga yang nge fans dengan Charly ST 12, kemana-mana yang dibawa adalah foto Charly, kalau belajar sammbil melihat foto Charly, dia langsung semangat, hmm andai Charly tahu semua ini, hihihi. Selain itu, mereka ada juga yang berprestasi menjadi juara dalam bidang olah raga, kesenian, dan ada juga yag sudah masuk dapur rekaman, subhanallah, semangat ya. . .

Nah, ini dia yang aku tunggu-tunggu, ada bocoran nih. Insya Allah tanggal 10 April pukul 08.00, kami akan mengundang Riski untuk pentas di Unnes yaitu di gedung B1 106 dalam rangka untuk membuka seminar “Pengajaran Apresiasi Sastra dan Mengenang Alm. Bapak Suharianto”yang akan disaksikan oleh ratusan guru dan mahasiswa. Kami akan menunjukkan pada dunia bahwa anak berkebutuhan khusus juga bisa berkarya.

Untuk Riski dan teman-teman yang luar biasa, semangat sayang, dunia tidak akan kiamat karena keterbatasanmu. Jadilah orang yang luar biasa karena segala kekurangan yang kamu punya. Tersenyumlah dan jadilah mutiara bagi orang tuamu. Riski, Jadilah pementas pantomim terbaik sedunia, jadilah cerdas di mata kami, dan buktikan pada dunia. Berkaryalah.
Dunia belum kiamat.
Semarang, 2 April 2011
04.17

Apalah arti dari sebuah kompetisi?


Bagiku kompetisi itu. . .

Sebuah momen yang dapat memotivasi kita untuk menjadi lebih baik.

Kompetisi itu,

Bukan momen untuk saling menjatuhkan.

Kompetisi itu,

Momen yang membuat ukhuwah semakin terjalin, membuat kita saling mengintrospeksi kesalahan masing-masing hingga akhirnya kita terus memperbaiki diri.

Sekarang sungguh bukan zamannya berulah curang dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keberhasilan yang semu dan fana.

Ingatlah, Tuhan tak pernah menyuruh kita untuk menjadi orang yang sukses, Tuhan meminta kita untuk menjadi insan yang selalu berusaha dan memperbaiki diri.

Marilah kita bersama-sama meluruskan niat. Bersaing dalam sebuah kebaikan, bukan untuk sekadar menjadi “pemenang” hitam di atas putih, melainkan menjadi seorang pemenang yang menggunakan prinsip kebermanfaatan untuk semua.

“Berpengetahuanlah” karena itu adalah harta termahal yang dimiliki manusia.

“Belajarlah” karena itu adalah cara untuk “berpengetahuan”.

Berhentilah menghina diri sendiri dengan, embel-embel bahwa  “saya tidak mungkin mampu bersaing dengan dia”

Ingatlah, apa hakikat dari sebuah kompetisi, lalu . . .

Apalah arti dari sebuah kompetisi?



Semarang, 9 April 2011

11.25