Selasa, 28 Februari 2012

Harta dari Orang Tua



Aku adalah orang kaya, aku punya harta yang melimpah dari orang tuaku, mereka membekaliku ilmu untuk meraih masa depan yang gemilang.

Nduk, Papah dan Mamah bukanlah orang kaya, dulu kami pun tidak berasal dari keluarga yang kaya, dan kami  hanyalah pegawai negeri biasa. Maafkan kami jika suatu saat kami tidak bisa memberikanmu rumah ketika kamu menikah, kami juga tak bisa memberikanmu tanah warisan, bahkan kami tak bisa memenuhi satu per satu keinginanmu. Namun, percayalah Papah dan Mamah tak akan merasa bahwa uang kami habis untuk membiayai sekolah kalian, mungkin kami akan berpikir 1000 kali untuk memberikanmu uang guna membeli boneka tapi tidak ketika kau memintanya untuk membeli buku pelajaran, dan kami pun akan sangat bahagia dan bangga ketika melihat anak-anak kami bersemangat untuk belajar. Kami percaya, jika harta bisa habis, tapi ilmu tidak, apalagi jika ilmu itu bermanfaat. Kami pun yakin,  memberi pancing atau jala pada nelayan jauh lebih efektif dari pada terus memberikan ikan pada mereka.

Nduk, Papah dan Mamah yakin, dengan bekal yang kamu punya, kamu akan meraih cita-citamu. Percayalah, setiap selesai salat, kami selalu mendoakanmu agar diberi kemudahan dan kelancaran. Tuntutlah ilmu dengan penuh kesungguhan karena tidak ada bekal lain yang dapat kami berikan selain ilmu yang dapat kau manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Kekayaan sejati yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya bukanlah materi berlimpah untuk menyongsong masa depan, melainkan bekal ilmu yang dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.


Semarang, 28 Februari 2012.

Senin, 27 Februari 2012

One of My Dreams Comes True



“Bermimpi” adalah sesuatu yang sangat indah bagiku. Ketika aku menginginkan sesuatu, aku minta saja pada Allah, dan ketika waktu berjalan tanpa kusadari perlahan Allah telah memeluk mimpiku. Seperti hari ini. Tadi pagi aku menulis di salah satu akun jejaring sosialku dan mengatakan bahwa “Aku ingin sekali membuat sebuah komunitas penggalangan buku bagi sekolah-sekolah yang kekurangan, kalau komunitasnya sudah besar maka akan merambah ke anak jalanan.” Subhanallah, entah karena banyak teman yang membaca lalu meng-amiini atau bagaimana, dalam beberapa jam tiba-tiba seseorang dari UGM mengirimiku surat elektronik yang berisi proposal dan pamflet “Buku untuk Mereka”. 

Sebenarnya cerita bermula dari beberapa bulan yang lalu saat adik tingkatku menanyakan padaku cara membuat taman baca. Rupanya ia sudah lama menjadi relawan bimbingan belajar gratis di Dukuh Mbangkong, sebuah perkampungan belakang kampusku. Rata-rata dari orang tua anak-anak tersebut bekerja sebagai cleaning service dan pemulung. Adik tingkatku berinisiatif membuat taman baca di sana demi mendukung pendidikan anak-anak sekolah yang rata-rata tidak memiliki buku teks mata pelajaran. Aku memberikan saran agar dia menulis di blog, facebook, dan surat pembaca di berbagai media untuk menggalang bantuan, kemudian dia menerima saran yang kuberikan.

Beberapa minggu kemudian, aku mendapat SMS dari seseorang bernama Farah, ia merintis sebuah gerakan peduli sosial yaitu Younguth (http://www.Younguth.tumblr.com) dan berencana akan mengadakan penggalangan buku bagi sekolah atau daerah yang membutuhkan. Kebetulan Farah melihat artikel Tanjungmas Butuh Buku yang aku buat beberapa bulan yang lalu, namun aku menyarankan agar bantuan dialihkan saja ke Dukuh Mbangkong karena bantuan yang mengalir ke Tanjungmas sudah cukup banyak. Farah pun menyetujuinya. Karena berbagai pertimbangan, akhirnya Dukuh Mbangkong tidak dijadikan sasaran utama dari pihak Younguth, mereka  memilih sekolah Master (Masjid Terminal) di Depok sebagai sasaran utama. Sekolah MasTer merupakan sekolah bagi anak-anak jalanan dan para pengamen, sudah lebih dari 2000 anak mendapatkan ijazah formal dari sekolah tersebut. Jika dana sumbangan berlebih, baru akan disalurkan ke Dukuh Mbangkong. Setelah memelajari proposalnya, tanpa pikir panjang aku pun segera menyebarkan informasi tersebut melalui Twitter, Facebook, BBM dan blog. Subhanallah baru beberapa jam, teman-teman pun merespon dengan baik.

Saat ini aku tersadar, rencana Allah memang jauh lebih indah daripada rencana manusia. Bahkan Allah mengabulkan mimpiku dalam waktu sekejap, tak hanya menggalang buku bagi sekolah yang kekurangan tapi juga bagi anak jalanan, one of my dreams really comes true. Seperti yang pernah aku baca bahwa Allah akan selalu mengabulkan keinginan hamba-Nya, namun dengan tiga jalan yakni langsung mengabulkan, menundanya di saat yang lebih baik, dan menggantinya dengan yang lebih baik. Betapa Maha Baik Tuhan kita. Point yang saya dapat yaitu jangan pernah takut untuk bermimpi, kita hanya perlu meminta kepada Allah dan berusaha kemudian tawakal. Yakin bahwa mimpi kita akan tercapai adalah bagian dari iman. Kita yakin bahwa Allah akan memeluk mimpi kita berarti kita yakin dan percaya sepenuhnya atas kuasa Allah, Subhanallah.

Janganlah kita sia-siakan kesempatan baik yang datang pada kita. Memang, kesempatan itu datang tidak hanya sekali, tapi banyak kali, tinggal pandai-pandainya kita dalam memanfaatkan kesempatan terbaik yang datang pada diri kita. Kesempatan untuk menolong dan memberikan manfaat kepada sesama adalah sebuah peluang besar bagi kita untuk “berinvestasi” dunia-akhirat. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Takut jatuh miskin karena membantu? Sepanjang sejarah saya hidup, saya belum pernah menemukan berita bahwa orang jatuh miskin karena bersedekah, yang ada orang jatuh miskin karena berjudi, kata Bang Oma, HAAAARAAAAM! Hehehe.

Jangan menunggu kaya untuk bersedekah, justru karena bersedekah kau akan menjadi “kaya”.

Sepertiga malam di Semarang.

Minggu, 26 Februari 2012

Buku untuk Mereka



Membuka peluang sedekah :
1. Mengumpulkan buku dan donasi berupa uang tanggal 17 Mei 2012 – 20 Juni 2012. Buku yang dikumpulkan adalah buku dari kategori apapun untuk anak-anak usia SD-SMA.

2. Tanggal 27 Juni 2012 semua donasi yang terkumpul disatukan di tempat panitia pusat. Donasi yang berupa uang diutamakan untuk menutup biaya pengiriman, bila biaya sudah tertutup maka akan digunakan untuk membeli buku-buku yang baru.

3. Tanggal 5 Juli 2012 penyerahan buku-buku yang telah dikumpulkan kepada Sekolah MasTer dan apabila buku yang dikumpulkan mencukupi maka akan dikirim juga kepada Taman Bacaan Dukuh Mbangkong, Semarang.

Sasaran :
1. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Yayasan Bina Insan Mandiri (Yabim), atau lebih dikenal dengan Sekolah MasTer (Masjid Terminal) adalah sebuah sekolah gratis yang terletak di sebelah masjid dalam area Terminal Kota Depok. Sekolah ini menyediakan pendidikan tingkat SD, SMP, SMA bagi anak-anak jalanan yang datang secara sukarela dan ingin belajar. Murid-murid sekolah ini terdiri dari pengamen, pedagang asongan, anak-anak punk, bahkan orang-orang dewasa yang ingin mendapat ijazah. Sebanyak 2000 siswa telah mendapatkan pendidikan di sekolah ini.

2. Taman bacaan Dukuh Mbangkong, Semarang adalah sebuah program yang digagas oleh seorang mahasiswa yang telah menjadi tutor sukarelawan di Dukuh Mbangkong. Dukuh Mbangkong adalah sebuah desa yang terletak persis di belakang Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang (Unnes). Mayoritas profesi orangtua di desa ini adalah cleaning service. Anak-anak di desa ini kekurangan sarana pendidikan, bahkan untuk sekolah mereka harus menempuh jalan yang cukup jauh. Sekolah yang sudah ada pun belum bisa memenuhi kebutuhan buku sekolah.

CP : FARAH AMALIA (081383078813)
FARA SHABRINA (0811956916)

Sabtu, 04 Februari 2012

Kemana Kita Akan Membawa Masa Depan atau Kemana Masa Depan Akan Membawa Kita?


Kemana kita akan membawa masa depan atau kemana masa depan akan membawa kita?” Ya pertanyaan itu yang kini selalu menerorku beberapa bulan belakangan ini. Bahkan sejak bulan April 2011 aku sudah membuat rencana hidup untuk satu tahun ke depan, lengkap dengan target-target apa saja yang harus kucapai pada setiap bulannya. Hingga akhirnya puncak rencanaku adalah menjadi wisudawan di bulan April 2012, amiin. Bukan maksud terlalu ambisius tapi aku hanya ingin menata hidupku saja. Merencanakan sejak awal tidak ada salahnya menurutku.
Jadi teringat obrolanku dengan seorang nelayan di Tanjungmas. Beliau sangat bersahaja, rumahnya terbuat dari batu bata tanpa lapisan cat, lantainya semen halus, walau daerah pantai sangat panas tapi rumahnya cukup membuatku merasa sejuk dengan nasihat-nasihatnya. ”Rencanakanlah masa depan sedini mungkin,” tuturnya padaku. Aku tertegun dan diam. “Ada yang bilang waktu muda waktunya hidup senang-senang, hura-hura, dan berfoya-foya, tapi kenapa kita tidak memanfaatkan masa muda untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk hari tua?” Waow, luar biasa. Ucapan yang bisa saja tak sengaja dilontarkan oleh seorang nelayan yang tak sampai lulus SMA bisa menjadi pemantik luar biasa bagiku bahkan mengubah rencana-rencanaku yang penuh dengan hedonisme.
Berbicara tentang masa depan mungkin akan menjadi diskusi yang tak berujung, penuh dengan spekulasi dan ketidakpastian jika tak diimbangi dengan aksi. Dulu waktu duduk di bangku SMA aku berpikir untuk menjadi seorang pendidik. Kenapa? “Bukankah jihad seorang perempuan itu ada di dalam rumah tangga”, itu pikirku. Aku tak memiliki cita-cita yang muluk-muluk, cukup sederhana. Aku hanya ingin hidup bahagia dan berkecukupan. Menjadi istri dan ibu yang baik, berbakti pada orang tua, dan bermanfaat bagi orang lain.
Mengapa aku tak memilih menjadi ibu rumah tangga saja? Dan mengapa aku masih ingin terus kuliah dan belajar jika ujung-ujungnya nanti hanya berfokus di rumah tangga? Aku tidak ingin mengecewakan kedua orangtuaku. Harapan mereka terhadapku mungkin cukup besar, aku ingin mempersembahkan cita-citaku pada orang yang aku sayang, memberikan mereka kesejahteraan, dan  ingin kubuktikan bahwa aku juga bisa membuat mereka bangga. Mungkin ada yang bilang percuma sekolah tinggi-tinggi jika ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga. Itu hanya soal pilihan. Aku yakin setiap orang sudah punya target dan tujuan hidup masing-masing. Sekolah setinggi-tingginya bukanlah jaminan untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, sekolah itu mencari ilmu, jadi tidak ada hubungannya dengan rezeki. Ilmu yang bermanfaat nantinya akan mendatangkan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain dan salah satunya berupa rezeki. Menjadi ibu rumah tangga yang memiliki banyak ilmu akan memberikan peluang yang besar untuk lebih pandai mengatur rumah tangga, menyenangkan suami, dan mendidik anak, betul?
Kembali ke topik awal mengenai masa depan. Mungkin ini saat-saat tergalau dalam hidupku setelah tahun 2008 hingga akhirnya aku memutuskan mendaftar SNMPTN untuk memilih kuliah di “kependidikan”. Namun masalahnya aku sedang meragukan keputusanku empat tahun yang lalu. Apakah sebaiknya aku meneruskan cita-citaku? Menjadi seorang guru honorer dengan gaji maksimal Rp800.000,00, menjadi guru di sekolah favorit dengan gaji Rp2.000.00,00 tapi dengan jam kerja pukul 07.00-17.00, atau pulang kampung dan mengajar dengan gaji Rp300.000,00 sembari menunggu pendaftaran CPNS yang penuh dengan ketidakpastian. Atau, melanjutkan sekolah ke jenjang S2? Mengharap beasiswa yang menuntutku harus lulus 3,5 tahun atau memakai biaya orang tua dengan total biaya Rp30.000.000,00 sampai lulus? Atau menghilangkan semua idealismeku dan bekerja kantoran yang menawarkan gaji tinggi, berangkat pagi pulang malam? Ingalah Mina, kau sudah hampir 22, lihatlah di sana temanmu sudah begitu mandiri bahkan ada yang sudah bisa membelikan mobil jazz pada orang tuanya, membeli rumah, dan menghajikan orang tua.
Inilah yang dinamakan jalan kehidupan. Aku adalah ketidakpastian. Hanya berusaha menjadi orang yang visioner dalam menjalani hidup, bukan memusingkan apa yang belum terjadi, tapi hidup ini perlu direncanakan bukan? Selamat datang ke “the real world”. Semoga beruntung.

Semarang, 4 Februari 2012
06.43

Kamis, 02 Februari 2012

Domba Dongeng Banyumasan


Buku ini merupakan buku kelima yang pernah saya tulis setelah Antologi Puisi, Cerpen, dan Drama Ketika Antagonis Menjadi Sebuah Pilihan (2009), Mahir Membaca Puisi bagi Siswa Kelas X (2010), Membaca Cepat 200 Kata per Menit bagi Siswa Kelas VII (2010), dan Percayalah Kamu Bisa Menulis dan Menyunting Resensi untuk Siswa Kelas XII (2011).


Prakata Dongeng Banyumasan

“Cantik” Cerita Anak Antikorupsi “Cantik” Cerita Anak Antikorupsi
Domba
Dongeng Banyumasan

Buku Panduan Mengapresiasi Dongeng
Bermuatan Budaya Banyumas
bagi Siswa SD Kelas Rendah

 
”Anak-anak dapat belajar memahami dongeng sebelum mereka mampu berpikir logis, sebelum dapat menulis dan membaca. Mendongeng merupakan kegiatan penting sebagai jembatan sampai anak dapat memahami cerita dan berpikir logis.” (Eagle:1995)


Kebiasaan mendongeng pada anak yang dilakukan orang tua sebelum tidur mungkin saat ini semakin terkikis seiring dengan berkembangpesatnya teknologi. Anak-anak lebih suka bermain video game daripada mendengarkan atau membaca dongeng. Padahal kenyataannya dengan membaca dongeng anak-anak akan banyak belajar tentang nilai moral atau bahkan kearifan lokal yang ada pada dongeng dari sebuah daerah.
Dongeng dari Banyumas menyimpan banyak manfaat untuk anak-anak, di antaranya mengenalkan kebudayaan, memberikan teladan, motivasi, mengajarkan berkomunikasi, dan menumbuhkan minat baca. Kelima manfaat itu sangat penting untuk membantu proses penumbuhan karakter positif bagi anak.
Selain harus memiliki karakter positif, anak-anak juga harus memahami budaya daerahnya karena merekalah pemimpin masa depan bangsa. Dengan mengapresiasi dongeng bermuatan budaya lokal khususnya budaya Banyumas, anak-anak akan mendapat informasi tentang budaya daerahnya, menghayati karakter positif sekaligus mendapatkan hiburan.
“Domba, Dongeng Banyumasan” merupakan buku panduan mengapresiasi dongeng bermuatan budaya Banyumas yang dilengkapi dengan materi pengenalan tentang dongeng, pendidikan bermuatan budaya Banyumas, dan kumpulan dongeng banyumas yang disertai dengan penjelasan latar tempat, nilai yang terkandung dalam dongeng, serta lembar refleksi.
Semoga dongeng-dongeng yang dipilih dalam buku ini dapat memberikan pendidikan bermuatan budaya Banyumas serta membangun karakter positif bagi anak-anak khususnya siswa SD kelas rendah.


                                                           Semarang, Februari 2012
                                                          
Penulis