Senin, 25 Agustus 2014

Konsep Cinta (2)


“Bolehkah aku sedikit bercerita padamu, mungkin nanti juga ada pertanyaan yang ingin aku ajukan,” tanya dia.

“Tentu, dengan senang hati.”

Dia tersenyum lalu menatapku bersahaja. “Bagaimana pendapatmu tentang jodoh dan cinta? Lebih spesifik, akan aku jelaskan dengan contoh, apakah kamu percaya bahwa landasan dalam menjalin rumah tangga adalah komitmen bukan cinta? Sebenarnya beberapa saat yang lalu aku sempat mendapat nasihat dari seorang senior yang intinya bila kamu akan berumah tangga, carilah istri yang bisa diajak hidup bersama, di sana aku tidak menemukan kata cinta sama sekali, entahlah. Justru ini yang ingin aku bicarakan kepadamu, benarkah cinta itu bisa tumbuh seiring dengan perjalanan waktu karena terbiasa bersama?”

Dia menarik napas. Aku membalasnya dengan senyum, aku masih terdiam karena aku yakin ada lagi yang akan dia katakan.

“Sesungguhnya ada yang membuat aku gusar, ketika aku mengamini pernyataan aku tadi, justru muncul pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara mengenal calon istri atau suami manakala landasan berumah tangga bukanlah cinta, bisakah kamu memberikan pendapatmu?”

“Baiklah, kamu yang baik dan santun. Bukankah agama sudah mengatur segala sesuatu untuk manusia. Bilamana kamu mencari istri, kamu bisa memilihnya dengan empat pertimbangan yakni agama, keturunan, harta, dan rupa; aku juga tak menemukan kata cinta di sini. Namun, seperti yang pernah kamu katakan bahwa cinta itu tak ilmiah. Hal ini kontradiktif dengan pendapat Descartes yang mana sesuatu yang ilmiah selalu bermula dari kesangsian metodis, justru cinta bermula dari keyakinan. Sebelum aku menarik simpulan, mari ingat-ingat kembali cerita tentang Socrates dan Plato, menurutmu mereka cinta adalah sebuah kenihilan sedangkan jodoh adalah sebuah pilihan. Cinta diciptakan dari ego dan angan-angan tentang kesempurnaan yang diciptakan manusia. Justru simpulan yang dapat aku tarik, seungguhnya konsep cinta sejati yakni bila kita mencintai segala sesuatu karena Tuhan, bilamana cinta tak tercipta hanya sebatas ucapan selamat tidur, lebih dari itu cinta adalah tanggung jawab dan mau hidup bersama, tentu sesuai dengan penjelasan aku tadi.”