Senin, 29 Desember 2014

Nilai Ibadah



Saat itu kami sedang perjalanan dari Malang menuju Semarang. Kereta berhenti di Stasiun Kediri untuk mengangkut penumpang. Beberapa saat kemudian muncul seorang laki-laki dan duduk di depan kami. Tanpa mempedulikan sekelilingnya, dia membuka tas dan mengeluarkan kertas kerja. Dia menggunakan meja kecil yang ia taruh di pangkuannya untuk bekerja. Dia terlihat sangat sibuk dengan penggaris, pensil, dan kalkulatornya. Tak hanya itu, ketika magrib, lelaki itu mengeluarkan Al Quran dan mengaji di kereta.
“Mas, dia keren, rajin, alim.”
“Bila ia peduli dengan lingkungannya itu baru keren. Lihatlah apa yang dilakukan orang yang duduk di sebelahnya, bahkan tak dapat duduk di sebelah laki-laki itu karena ewoh. Lihat, meja kerja yang ia pangku hampir memenuhi kursi kereta. Bila saja ia membuat orang yang di sebelahnya nyaman, itulah yang bernilai ibadah lebih.”

Aaaah, ini hubungan horizontal yang banyak dilalaikan.

Sepasang Penjual Mangga



Sabtu, 27 Desember 2014 di Batu Malang.

Sore itu gerimis merintik membasahi Batu yang hampir selalu basah. Selama tiga hari saya di sana, tak pernah ada hari tanpa hujan. Entah sebab musim hujan atau memang Batu sudah ditakdirkan sebagai kota hujan. Meskipun selalu basah, pesona Batu tak pudar. Batu menyimpan kenangan manis setiap saya melihat rintikan gerimis di mana pun.

Gerimis akhir tahun ini juga menyimpan kisah singkat antara kami dan sepasang penjual mangga. Kala itu, kami sedang berjalan dari Alun-Alun Batu menuju pangkalan taksi. Sepanjang jalan banyak sekali penjual yang menawarkan barang dagangannya.
“Mas, Mba mau mangga? Murah dan manis lo,” kata ibu penjual mangga.
Kami pun berhenti. Kami berdua sama-sama penggemar buah mangga.
“Boleh Bu, bisa kami cicipi dulu?” tanya saya.
“Oh boleh,” kata ibu penjual sambil memberikan kode pada partnernya yang sepertinya adalah suaminya. Penjual laki-laki itu lantas memberikan potongan mangga pada kami.
“Hm.. manis, boleh lah kami ambil, satu kilo saja Bu,” kata pacar saya.
“Satu kilo sepuluh ribu Mas, biasanya dapat dua mangga,” kata sang penjual laki-laki.