Senin, 19 Agustus 2013

Konsep Cinta (?)


Akhir-akhir ini entah kenapa saya merasa tak punya semangat dan motivasi untuk hidup. Ya, bukan lagi pernyataan yang lajak, tapi saya benar-benar hampir kehilangan identitas saya. Bukan main-main, saya bahkan sampai meragukan apa yang telah saya yakini sepenuhnya, tentang berbagai keyakinan yang saya anut sebelumnya. Mungkin benar, terlalu banyak yang dipikirkan membuat kita tidak fokus terhadap tujuan hidup ini. Hal yang saya tangkap dalam buku Quantum Ikhlas, ada beberapa hal yang sebaiknya tidak usah kita pikirkan, tentu saja jika hal itu malah menambah beban pikiranmu, yang jika kau pikirkan pun tak bakal menjadi sebuah solusi. Oleh sebab itu, bersikap tak acuh terhadap beberapa hal boleh jadi menjadi kunci agar kita bisa ikhlas.
Beberapa sebab yang membuat saya galau akhir-akhir ini adalah sesuatu yang memang layak dipikirkan oleh perempuan seusia saya, 23,5 tahun. Usia yang tak lagi dibilang remaja. Saya mempertanyakan tentang konsep cinta, tentang masalah di keluarga saya, tentang pekerjaan, masa depan saya, dan tentu tentang kelanjutan studi saya yang hampir memasuki tingkat akhir.
Entahlah, diusia saya ini, saya masih sangat alay dan terkesan labil apalagi di media sosial (saya sangat mengakui itu), tapi itulah media saya berekspresi. Beberapa waktu ini saya memang lebih sering berdiam diri di kamar, bukan untuk mengeja kitab suci, tapi malah cenderung melakukan hal-hal yang tak penting, lebih tepatnya bermalas-malasan. Saya kehilangan banyak kesempatan berinteraksi dengan orang, apalagi saya baru saja terjebak dalam zona nyaman pascalibur lebaran. Baru saya sadari sepenuhnya bahwa saya murni makhluk sosial yang tak bisa kehilangan interaksi dengan orang-orang dengan waktu yang agak lama. Setelah saya sedikit memaksa diri untuk sekadar berkunjung ke kamar teman, atau hang out dengan adik-adik tingkat, rupanya itu cukup efektif untuk menghilangkan rasa kesendirian saya yang bisa membuahkan kegalauan, apalagi galau tentang cinta.
Bicara tentang konsep cinta, hal yang ingin sekali saya tahu jawabannya. Beberapa bulan ini, saya yang memang sengaja menyibukkan diri, dengan pekerjaan dan sekolah saya, hampir tak pernah terpikir untuk memulai jatuh cinta. Saya masih menganut kepercayaan bahwa, satu-satunya cara untuk memiliki cinta (yang dalam topik bahasan ini adalah cinta terhadap lawan jenis) adalah dengan pernikahan. Mungkin ada banyak cara mencintai, tapi hanya ada satu cara untuk memilikinya. Saat ini saya tidak yakin dengan perasaan cinta sebelum pernikahan, bagi saya cinta itu lebih dari sekadar antar-jemput, lebih dari sekadar jalan bersama, atau bermesraan lewat pesan singkat. Hakikat cinta sungguh lebih dalam dari itu, bahwa cinta adalah tanggung jawab, kasih sayang, pengorbanan. Lebih dari itu, cinta adalah penuntun kita untuk menyempurnakan ibadah dan dialah yang mencintai karena Tuhan, subhanallah.
“Berbuatlah yang baik dan benar”, kurang lebih begitu kata Bapak Komaruddin Hidayat dalam acara halal bi halal di tempat kerja saya. Hal yang dapat digolongkan benar, belum tentu itu baik. Contoh sederhana, ketika Anda ingin buang air kecil tapi Anda terjebak kemacetan di dalam mobil. Jika Anda mengambil keputusan untuk keluar dari mobil lalu kencing di jalan, mungkin itu adalah perbuatan yang benar, tapi tentu saja tidak baik. Jadi, benar bergantung pada kaidah dan logika, sedangkan baik bergantung pada hati dan mungkin kebudayaan yang dianut. Pemahaman tentang baik dan benar itu juga yang membuat saya masih saja bertanya-tanya tentang konsep jatuh cinta. Bila saya seorang perempuan, apakah baik jika saya menunjukan lebih dulu perasaan saya kepada laki-laki yang saya sukai? Mungkin itu benar, tapi itu tidak baik menurut kebudayaan yang saya anut. Saya juga kurang paham terhadap ikhtiar cinta, apalagi bagi perempuan. Saya kurang paham dengan batasan-batasan apa yang digariskan untuk perempuan dalam meraih cinta sejatinya.
Selama ini saya mencoba dengan sekuat tenaga untuk membatasi komunikasi saya dengan orang yang saya sukai, sungguh saya takut menodai hati saya dan tentu saja menodai hatinya. Meskipun saya tak bisa meminta dia untuk menjaga hatinya, tapi saya selalu berdoa pada Tuhan saya, jika memang kami layak untuk dipertemukan maka pertemukanlah dalam keadaan yang halal. Saya mencoba untuk memiliki perasaan senetral mungkin terhadap siapa pun, sekali lagi termasuk pada orang yang saya sukai itu. Saya takut, Tuhan tak berkenan untuk menjodohkan kami, hingga hal itu menimbulkan kecemburuan bagi jodoh saya yang sebenarnya, kelak. Saya takut, rasa harap dan rindu yang saya jalin pada seseorang yang belum halal bagi saya justru hanya mampu melahirkan kekecewaan dan kepalsuan.
Saya menyadari masih banyak sekali hal yang harus saya pelajari untuk ditafakuri, tapi sementara inilah yang saya pikirkan saat ini. Mengutip pepatah Arab, man sara ‘ala darbi washola, siapa saja yang berjalan dijalan-Nya maka akan meraih tujuan. Semoga berawal dari niat suci dan jalan yang diridai Tuhan maka kita bisa meraih cinta sejati. Jangan biarkan Dia cemburu pada cinta kita. Apalagi yang dicari manusia selain rida-Nya?

(Kusuma, 18 Agustus 2013, 11.16 PM)

1 komentar: