Akhir-akhir ini entah kenapa saya merasa tak punya
semangat dan motivasi untuk hidup. Ya, bukan lagi pernyataan yang lajak, tapi saya
benar-benar hampir kehilangan identitas saya. Bukan main-main, saya bahkan
sampai meragukan apa yang telah saya yakini sepenuhnya, tentang berbagai
keyakinan yang saya anut sebelumnya. Mungkin benar, terlalu banyak yang
dipikirkan membuat kita tidak fokus terhadap tujuan hidup ini. Hal yang saya
tangkap dalam buku Quantum Ikhlas, ada beberapa hal yang sebaiknya tidak usah
kita pikirkan, tentu saja jika hal itu malah menambah beban pikiranmu, yang
jika kau pikirkan pun tak bakal menjadi sebuah solusi. Oleh sebab itu, bersikap
tak acuh terhadap beberapa hal boleh jadi menjadi kunci agar kita bisa ikhlas.
Beberapa sebab yang membuat saya galau akhir-akhir
ini adalah sesuatu yang memang layak dipikirkan oleh perempuan seusia saya, 23,5
tahun. Usia yang tak lagi dibilang remaja. Saya mempertanyakan tentang konsep
cinta, tentang masalah di keluarga saya, tentang pekerjaan, masa depan saya,
dan tentu tentang kelanjutan studi saya yang hampir memasuki tingkat akhir.
Entahlah, diusia saya ini, saya masih sangat alay
dan terkesan labil apalagi di media sosial (saya sangat mengakui itu), tapi
itulah media saya berekspresi. Beberapa waktu ini saya memang lebih sering
berdiam diri di kamar, bukan untuk mengeja kitab suci, tapi malah cenderung
melakukan hal-hal yang tak penting, lebih tepatnya bermalas-malasan. Saya
kehilangan banyak kesempatan berinteraksi dengan orang, apalagi saya baru saja
terjebak dalam zona nyaman pascalibur lebaran. Baru saya sadari sepenuhnya
bahwa saya murni makhluk sosial yang tak bisa kehilangan interaksi dengan
orang-orang dengan waktu yang agak lama. Setelah saya sedikit memaksa diri
untuk sekadar berkunjung ke kamar teman, atau hang out dengan adik-adik tingkat, rupanya itu cukup efektif untuk
menghilangkan rasa kesendirian saya yang bisa membuahkan kegalauan, apalagi
galau tentang cinta.
Bicara tentang konsep cinta, hal yang ingin sekali
saya tahu jawabannya. Beberapa bulan ini, saya yang memang sengaja menyibukkan
diri, dengan pekerjaan dan sekolah saya, hampir tak pernah terpikir untuk
memulai jatuh cinta. Saya masih menganut kepercayaan bahwa, satu-satunya cara
untuk memiliki cinta (yang dalam topik bahasan ini adalah cinta terhadap lawan
jenis) adalah dengan pernikahan. Mungkin ada banyak cara mencintai, tapi hanya
ada satu cara untuk memilikinya. Saat ini saya tidak yakin dengan perasaan
cinta sebelum pernikahan, bagi saya cinta itu lebih dari sekadar antar-jemput,
lebih dari sekadar jalan bersama, atau bermesraan lewat pesan singkat. Hakikat
cinta sungguh lebih dalam dari itu, bahwa cinta adalah tanggung jawab, kasih
sayang, pengorbanan. Lebih dari itu, cinta adalah penuntun kita untuk
menyempurnakan ibadah dan dialah yang mencintai karena Tuhan, subhanallah.
“Berbuatlah yang baik dan benar”, kurang lebih
begitu kata Bapak Komaruddin Hidayat dalam acara halal bi halal di tempat kerja
saya. Hal yang dapat digolongkan benar, belum tentu itu baik. Contoh sederhana,
ketika Anda ingin buang air kecil tapi Anda terjebak kemacetan di dalam mobil.
Jika Anda mengambil keputusan untuk keluar dari mobil lalu kencing di jalan,
mungkin itu adalah perbuatan yang benar, tapi tentu saja tidak baik. Jadi,
benar bergantung pada kaidah dan logika, sedangkan baik bergantung pada hati
dan mungkin kebudayaan yang dianut. Pemahaman tentang baik dan benar itu juga
yang membuat saya masih saja bertanya-tanya tentang konsep jatuh cinta. Bila saya
seorang perempuan, apakah baik jika saya menunjukan lebih dulu perasaan saya
kepada laki-laki yang saya sukai? Mungkin itu benar, tapi itu tidak baik
menurut kebudayaan yang saya anut. Saya juga kurang paham terhadap ikhtiar
cinta, apalagi bagi perempuan. Saya kurang paham dengan batasan-batasan apa
yang digariskan untuk perempuan dalam meraih cinta sejatinya.
Selama ini saya mencoba dengan sekuat tenaga untuk
membatasi komunikasi saya dengan orang yang saya sukai, sungguh saya takut
menodai hati saya dan tentu saja menodai hatinya. Meskipun saya tak bisa meminta
dia untuk menjaga hatinya, tapi saya selalu berdoa pada Tuhan saya, jika memang
kami layak untuk dipertemukan maka pertemukanlah dalam keadaan yang halal. Saya
mencoba untuk memiliki perasaan senetral mungkin terhadap siapa pun, sekali
lagi termasuk pada orang yang saya sukai itu. Saya takut, Tuhan tak berkenan
untuk menjodohkan kami, hingga hal itu menimbulkan kecemburuan bagi jodoh saya
yang sebenarnya, kelak. Saya takut, rasa harap dan rindu yang saya jalin pada
seseorang yang belum halal bagi saya justru hanya mampu melahirkan kekecewaan
dan kepalsuan.
Saya menyadari masih banyak sekali hal yang harus
saya pelajari untuk ditafakuri, tapi sementara inilah yang saya pikirkan saat
ini. Mengutip pepatah Arab, man sara ‘ala
darbi washola, siapa saja yang berjalan dijalan-Nya maka akan meraih
tujuan. Semoga berawal dari niat suci dan jalan yang diridai Tuhan maka kita
bisa meraih cinta sejati. Jangan biarkan Dia cemburu pada cinta kita. Apalagi
yang dicari manusia selain rida-Nya?
(Kusuma, 18 Agustus 2013, 11.16 PM)
artikel konsep cinta free ada juga ada di www.womenmagnet.com
BalasHapus