Sabtu, 22 Maret 2014

Untuk Engkau: Kisah Tentang Perempuan Venus dan Lelaki Mars




Engkau yang jauh di Kota Tua.
Gambar tersebut aku ambil dari facebook tatkala mereka mengikuti kontes untuk mendapatkan tiket liburan gratis di Bali. 
Namanya Surahmat, ia seorang sahabat yang telah membuktikan bahwa Venus mampu bersatu dengan Mars. Seorang laki-laki yang menggunakan celana sobek-sobek lalu menikahi seorang perempuan bergamis lebar. Laki-laki yang suka “men-siuit” perempuan seksi yang lewat ternyata menikah dengan seorang ustazah.

Kesinkronan Mars dan Venus bisa terjadi berkat harmonisasi yang terjalin sebab perjalanan dan perjuangan yang panjang dan tidak mudah. 

Laki-Laki Mars dan Perempuan Venus, tahukah kau?
Ini tidak melulu soal Surahmat dan Rosi. Kisah Mars dan Venus rupanya masih menjadi mitos percintaan terhebat di bumi ini. 

Kamis, 20 Maret 2014

Love and Life


Hal yang seringkali terlupa oleh seseorang ketika dia memutuskan untuk move on adalah let go. Rupanya move on saja tidak cukup untuk melupakan seseorang dan membuatmu berbahagia, apalagi ketika kamu tak mencoba untuk let go atau berani memulai cinta yang baru. Hello… Indonesia terdiri atas 200 juta orang dan kamu masih mengharapkan dia? (Rhonald) ~ From Indonesian Lawak Club.

Kalau kita belajar dari Kahlil Gibran, alasan terkuat ketika kamu memutuskan untuk mundur, bukan sebab dia tak mencintai kamu tapi karena kamu menyadari betul dia akan lebih berbahagia dengan orang lain. Bisa jadi pula, orang yang benar-benar mencintai kamu adalah dia yang tak pernah menyatakan cintanya padamu sebab ia takut akan ada jarak antara kamu dan dia. Dia akan memilih untuk menjadi sahabatmu yang bisa menemanimu selamanya. Padahal, dialah sebenarnya cintamu yang tak pernah kausadari. Cinta bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan sebab cinta adalah anugerah. ~ From Indonesian Lawak Club.


Kalau menurutku, ketika kamu menghitung cintamu padanya, apa saja yang telah kamu berikan padanya, dan seberapa besar pengorbananmu, artinya kamu tak benar-benar mencintainya. Bila cinta adalah anugerah maka buahnya adalah keikhlasan. Sedangkan keikhlasan tak akan pernah kau sadari, termasuk yang kamu katakan sebagai: pengorbanan.

Minggu, 16 Maret 2014

Postmodernisme


Akan ada saatnya manakala cinta disebut sebagai sesuatu yang sama sekali tak terdefinisi, termasuk pada siapa kita bisa jatuh cinta? Atau bisa jadi pada apa kita akan jatuh cinta. Saat teknologi merajai kehidupan kita, akan ada saatnya seseorang yang menikah dengan robot, laptop atau gadget yang lainnya.

Pada era postmodern ini bukankah semuanya berubah? Bisakah kau jelaskan siapa kekasihmu? Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk menikmati kehidupan nyata, dibanding mengunggah foto di instagram? Bila teknologi tak secanggih sekarang, Theodore tak akan jatuh cinta pada Samantha yang sebuah program komputer. Tatkala cinta tak terdefinisi secara pasti, betapa Theodore mencintai Samantha yang seolah-olah begitu mengertinya, begitu menerimanya apa adanya. Ketika itulah sisi manusiawi akan tergantikan oleh teknologi. Bisa jadi manusialah yang sebenarnya menjadikan setan masuk neraka. Saat itulah kita juga tak bisa mendefinisikan bagaimana sakit jiwa itu.

Ya, pada era postmodernisme ini segalanya berubah. Menikah bisa dilakukan via skype, rumah tangga pun bisa dilakukan jarak jauh. Mengertilah wahai engkau, pada era ini cinta bukanlah sebuah kewajiban. Sebab, ketika kau memberi paksaan pada orang lain seolah-olah kau adalah monster baginya, bukan lagi kekasih. Contoh paling sederhana adalah: “Ketika saya tidak menghubungimu untuk urusan yang remeh, semisal menanyakan sudah makan atau belum, pertanyaan basi yang terlontar tapi tak berkonteks, bukan berarti aku tak mencintaimu. Mengertilah, pada era postmodern ini setiap orang bebas sibuk dengan pikirannya sendiri. Mungkin cinta bukan lagi harga mati.”

Minggu, 02 Maret 2014

Tentang Pencarian Jati Diri



“Saya pernah hampir gila waktu mempelajari hal ini,” kata seorang ustaz yang belajar ilmu filsafat islam sampai jenjang doktoral. Pernyataan itulah yang terus menghantuiku, bahkan sampai terlintas pemikiran bodoh, “Opo aku kudu edan sik ben nemu sopo aku? Opo agamaku?”

Obrolanku semalam via BBM dengan sahabatku, Yosnia, tentang makna Islam, Islami, keislam-islaman, dan keislaman pun yang masih terbayang-bayang sampai saat ini. Apakah Islam sama dengan Islami? Samakah dengan keislam-islaman dan keislaman? Bagaimana hakikatnya? Lalu, “Apakah kau menganut agama? Memeluk agama? Atau bersetubuh dengan agamamu?”

Pengajian tadi pagi di TK ABA juga membuatku semakin dalam memikirkan tentang teka-teki ini. Ada tiga hal yang diberantas Akhmad Dahlan dalam perjuangannya yakni taqlid, bid’ah, dan khufarat. Islam tidak menganut paham tahayul atau hal-hal yang mengultuskan suatu hal selain Allah. Islam tidak mengajarkan tentang perhitungan pernikahan, ramalan, dan hal-hal yang mengarah pada kesyirikan.