Artikel dimuat di Tribun Jateng, 13 Desember 2022
Tautan: https://jateng.tribunnews.com/2022/12/13/opini-meina-febriani-pendidikan-kolaboratif-melalui-praktisi-mengajar
Oleh:
Meina Febriani
(Dosen
Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang)
Salah
satu aspek esensial dalam menciptakan sumber daya manusia unggul dan memiliki
daya saing yakni menyiapkan lulusan siap kerja. Seiring dengan produktivitas
dunia kerja yang makin melesat dan didukung pula perkembangan teknologi yang
makin masif, kebutuhan lulusan yang berkompeten pun makin mendesak untuk
diwujudkan. Sayangnya, terdapat ketimpangan antara kompetensi lulusan perguruan
tinggi dengan kebutuhan di dunia kerja. Oleh sebab itu, kolaborasi antara
kompetensi teoretik dan praktik menjadi entitas dalam program prioritas
pendidikan di perguruan tinggi saat ini (Darma, dkk 2020).
Perlu
digarisbawahi bahwa pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)
merupakan adaptasi dari visi Ki
Hadjar Dewantara, “Kemerdekaan adalah tujuan pendidikan sekaligus paradigma
pendidikan yang perlu dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan”. Artinya,
dalam prosesnya, program praktisi mengajar sebagai bagian dari kegiatan
pembelajaran juga perlu bertransformasi menuju “kemerdekaan”. Selama ini,
konsep pembelajaran yang berlangsung di Indonesia masih terbatas pada
sekat-sekat ruang kelas sebagai dinding pemisah. Padahal, pendidikan bisa
berlangsung di mana dan kapan saja, termasuk di lingkungan industri dan dunia
kerja dalam lingkup kolaborasi.
Program
praktisi mengajar merupakan terobosan strategis dalam dunia pendidikan seiring
diberlakukannya program Merdeka Belajar di Indonesia. Praktisi mengajar
merupakan kebijakan Merdeka Belajar episode ke-20. Program tersebut
mengolaborasikan antara praktisi dengan akademisi di perguruan tinggi untuk
menghasilkan lulusan yang cakap secara akademik dan praktik. Menurut akademisi
dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Abdul Rahman, dkk (2022), keterlibatan
praktisi dalam dunia akademik perguruan tinggi dapat memberikan pengalaman
empirik selama berkarier di bidangnya sehingga menciptakan kepercayaan diri dan
kapabilitas lulusan perguruan tinggi dalam menghadapi dunia kerja selepas
menyelesaikan studi.
Program praktisi mengajar yang telah berlangsung
telah menuai respons yang positif dari sisi praktisi, mahasiswa, dosen, maupun
lembaga. Salah satu publik figur, Prilly Latuconsina pun turut serta menjadi
salah satu praktisi mengajar topik kajian selebritis di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM). Tentu hal tersebut
berdampak positif terhadap citra publik senyampang dengan dukungan berbagai
sektor pada program praktisi mengajar. Artinya, menjadi prakisi mengajar bisa
menjadi sebuah high class achievement bagi praktisi. Harapannya, makin
banyak pihak yang peduli terhadap bidang pendidikan dan cita-cita luhur untuk
menciptakan lulusan perguruan tinggi yang ber-SDM unggul dan cakap di dunia
kerja.
Perlu Dukungan dan Tindak Lanjut
Penerapan program praktisi mengajar yang telah
berlangsung saat ini membutuhkan dukungan dari berbagai kalangan, yakni
mahasiswa, dosen sekaligus lembaga, dan praktisi. Dukungan tersebut tentu tidak
terlepas dari manfaat yang diperoleh dari sektor-sektor tersebut.
Bagi mahasiswa, program praktisi mengajar dapat
memberi pengalaman belajar berupa ilmu praktis yang aktual dan relevan dengan
dunia kerja akan didapatkan. Bagi dosen sekaligus lembaga, kolaborasi dengan
dosen praktisi berdampak pada perluasan jejaring, kerja sama, juga pengembangan
pelaksanaan pembelajaran yang kekinian dan relevan dengan kebutuhan dunia
kerja. Bagi praktisi, program praktisi mengajar sebagai dosen ini dapat
memberikan keuntungan finansial dan menjadi kesempatan emas untuk medarmabaktikan
kontribusinya terhadap pendidikan di Indonesia. Di sisi lain, perlu juga
dipikirkan kontribusi nyata pendidikan terhadap dunia industri.
Simbiosis mutualisme semestinya tercipta dalam
kolaborasi praktisi mengajar ini, terutama dampaknya terhadap dunia industri.
Perlu disadari bahwa penyiapan lulusan perguruan tinggi yang cakap dalam dunia
kerja turut berdampak pada kualitas tenaga kerja profesional. Ibarat benih yang
berkualitas, kelak ia pun akan bertumbuh menjadi pohon yang memproduksi buah
yang berkualitas pula. Begitu pula dengan menyiapkan lulusan perguruan tinggi
menjadi SDM unggul yang siap kerja. Oleh sebab itu, kerja sama yang baik antara
industri dan sektor pendidikan menjadi hal yang penting untuk dibangun dan ditindaklanjuti.
Tindak lanjut program praktisi mengajar
sesungguhnya menjadi tugas besar bagi program MBKM dan juga sektor akademik.
Program potensial ini adalah ladang emas bagi loncatan perubahan orientasi
pendidikan yang seharusnya kian aktual dan dapat memenuhi kebutuhan dunia
kerja.
Integrasi dengan Kurikulum
Program praktisi mengajar dilaksanakan dengan dua
strategi kolaborasi. Pertama, kolaborasi pendek dengan durasi mengajar minimal
4 jam dan maksimal 10 jam tatap muka per semester. Kedua, kolaborasi panjang
minimal 15 jam dan maksimal 41 jam tatap muka per semester. Artinya, apakah
durasi itu cukup untuk menciptakan sistem pendidikan kolaboratif yang dapat
mengintegrasikan kebutuhan dunia kerja dan kompetensi lulusan perguruan tinggi?
Adaptasi kurikulum yang meliputi bidang
intrakurikuler maupun ekstrakurikuler juga menjadi hal yang perlu disesuaikan.
Dalam konteks intrakurikuler, komponen kurikulum yang meliputi tujuan, isi,
cara, dan evaluasi harus senantiasa diadaptasi sesuai perubahan zaman dan
kebutuhan dunia kerja. Dari segi ekstrakurikuler, kegiatan mahasiswa di luar
perkuliahan juga menjadi embrio penyiapan SDM unggul, misalnya dengan membangun
komunitas yang berjejaring dengan stakeholder.
Program praktisi mengajar merupakan ancangan yang
tepat. Namun, ada beberapa hal yang perlu direspons pihak perguruan tinggi,
yakni: (1) pelibatan praktisi dalam penyusunan kurikulum, (2) program mentoring
berkelanjutan dalam program MBKM magang bersertifikat, (3) penyelenggaraan job
fair dan open recruitment, (4) penyusunan buku ajar oleh dosen dan
praktisi, dan (5) proyek bersama antara dosen, mahasiswa, serta praktisi.
Harapannya, program praktisi mengajar dapat menjadi langkah strategis dan
berkelanjutan untuk menghilangkan gap antara dunia akademik perguruan tinggi
dan kebutuhan dunia kerja. Sebab, sejatinya “merdeka belajar” memberikan
kesempatan belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar