Rabu, 26 Juli 2023

Pendidikan Kolaboratif Melalui Praktisi Mengajar

Artikel dimuat di Tribun Jateng, 13 Desember 2022
Tautan: https://jateng.tribunnews.com/2022/12/13/opini-meina-febriani-pendidikan-kolaboratif-melalui-praktisi-mengajar

Oleh: Meina Febriani
(Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang)
 

Salah satu aspek esensial dalam menciptakan sumber daya manusia unggul dan memiliki daya saing yakni menyiapkan lulusan siap kerja. Seiring dengan produktivitas dunia kerja yang makin melesat dan didukung pula perkembangan teknologi yang makin masif, kebutuhan lulusan yang berkompeten pun makin mendesak untuk diwujudkan. Sayangnya, terdapat ketimpangan antara kompetensi lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan di dunia kerja. Oleh sebab itu, kolaborasi antara kompetensi teoretik dan praktik menjadi entitas dalam program prioritas pendidikan di perguruan tinggi saat ini (Darma, dkk 2020).

Perlu digarisbawahi bahwa pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan adaptasi dari visi Ki Hadjar Dewantara, “Kemerdekaan adalah tujuan pendidikan sekaligus paradigma pendidikan yang perlu dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan”. Artinya, dalam prosesnya, program praktisi mengajar sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran juga perlu bertransformasi menuju “kemerdekaan”. Selama ini, konsep pembelajaran yang berlangsung di Indonesia masih terbatas pada sekat-sekat ruang kelas sebagai dinding pemisah. Padahal, pendidikan bisa berlangsung di mana dan kapan saja, termasuk di lingkungan industri dan dunia kerja dalam lingkup kolaborasi.

Program praktisi mengajar merupakan terobosan strategis dalam dunia pendidikan seiring diberlakukannya program Merdeka Belajar di Indonesia. Praktisi mengajar merupakan kebijakan Merdeka Belajar episode ke-20. Program tersebut mengolaborasikan antara praktisi dengan akademisi di perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang cakap secara akademik dan praktik. Menurut akademisi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Abdul Rahman, dkk (2022), keterlibatan praktisi dalam dunia akademik perguruan tinggi dapat memberikan pengalaman empirik selama berkarier di bidangnya sehingga menciptakan kepercayaan diri dan kapabilitas lulusan perguruan tinggi dalam menghadapi dunia kerja selepas menyelesaikan studi.

Program praktisi mengajar yang telah berlangsung telah menuai respons yang positif dari sisi praktisi, mahasiswa, dosen, maupun lembaga. Salah satu publik figur, Prilly Latuconsina pun turut serta menjadi salah satu praktisi mengajar topik kajian selebritis di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM). Tentu hal tersebut berdampak positif terhadap citra publik senyampang dengan dukungan berbagai sektor pada program praktisi mengajar. Artinya, menjadi prakisi mengajar bisa menjadi sebuah high class achievement bagi praktisi. Harapannya, makin banyak pihak yang peduli terhadap bidang pendidikan dan cita-cita luhur untuk menciptakan lulusan perguruan tinggi yang ber-SDM unggul dan cakap di dunia kerja.

 

Selasa, 03 Januari 2017

Rara Tetap Bahagia

Memilih hidup merantau dan memulai dari nol bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Memilih untuk berjuang dan mandiri bukanlah hal remeh dan kecil. Inilah jejak kami. Memulai dengan langkah kecil dan berharap menghasilkan sebuah jarak.

Begitu juga dengan merawat anak. Sebagai orang awam, kami banyak sekali belajar. Bahkan terkadang belajar dari kesalahan kami sendiri.

Kami memulai dengan keberanian dan kemantapan hati, bahwa anak kami juga ikut berjuang bersama. Kami hidup dengan sederhana dan sewajarnya seorang anak muda yang baru mulai bekerja. Rara ikut menikmati hidup bersama kami. Dia tersenyum ketika bangun tidur di rumah yang kami sewa. Dia bahagia meski sederhana. Rara bahagia karena mencintai ayah dan ibu. Rara dan ayah adalah cinta Ibu. 

Rara dan Ibu. Ibu baru pulang kerja.

Asmara Pramidita Sugiarto

Melahirkan adalah saat paling ajaib dalam hidupku. Saat yang paling nikmat dalam penantian. Saat yang paling luar biasa. Saat yang membuatku tersadar bahwa seorang ibu benar-benar bertaruh nyawa.

Engkaulah Asmara Pramidita Sugiarto, putri pertamaku. Seorang Rara (anak perempuan) cerdas yang mencintai Tuhannya. 


Kamis, 18 Februari 2016

LGBT

Heboh pemberitaan LGBT, warga Desa Cekaran pun ikut-ikutan berinisiatif mengadakan acara gerebek kos-kosan. Pada acara gerebek tersebut, sepasang laki-laki bernama Andi dan Anto tertangkap basah tidur bersama dalam keadaan kamar terkunci.
Pak Kades: Mana nomor telepon ortu kalian, biar saya kasih tahu kalau anaknya terjerat kasus LGBT.
Anto: Ampun Pak, jangan kasih tahu berita tidak benar pada orang tua kami. Memangnya kami salah apa?
Pak Kades: Sudah jelas-jelas kalian tertangkap basah bobok bareng di kamar yang terkunci. Masih kurang bukti apa lagi? Kalian fiks 100% jamaah LGBT!
Andi: Tapi Pak, kami memang menyewa kamar satu kamar untuk dua orang. Lha yang kamar sebelah juga ada si Budi yang sedang bobok dengan pacarnya. Kok gak digerebek Pak?
Pak Kades: Lha iya tadi juga ngintip kamar sebelah, ternyata yang lagi bobok bareng itu cowok dengan cewek. Itu normal tho. Kalian yang enggak!

Kamis, 07 Januari 2016

Cerita Sore

Beberapa hari yang lalu, saya pergi ke sebuah desa. Di sana saya “iseng” mendatangi sebuah rumah bidan desa dengan maksud periksa kandungan dan berkonsultasi. Warga desa tersebut mayoritas berprofesi sebagai buruh pabrik. Saya datang pukul 15.30, tigapuluh menit sebelum bidan praktik bersama suami saya dengan mengendarai sepeda motor tahun 1997. Saya disambut oleh seorang karyawan dan langsung ditembak dengan pertanyaan, “Bu, mau periksa pakai asuransi pabrik?” Saya yang masih agak bingung spontan menggelengkan kepala. Beberapa saat kemudian, asisten bidan pun datang.

“Bu, biasa periksa di mana?”
“Semarang Bu.”
“Di dokter atau bidan?”
“Dokter Bu.”
“Punya buku merah jambu?”
“Wah tidak diberi oleh dokter saya Bu, gimana?”
“Saya sarankan, besok Ibu periksa di bidan saja ya Bu.”
“Loh, kenapa Bu?”
“Agar dapat buku merah jambu Bu.”
Saya hanya tersenyum dan mengangguk.
“Di Semarang kerja di pabrik mana Bu?”
“Wah saya hanya ikut suami kok Bu.”
“Di rumah saja ya Bu?”
“Iya Bu, ngurus rumah tangga.”

Beberapa saat kemudian Bu Bidan dari ruang sebelah pun datang. Beliau memeriksa detak jantung janin saya kemudian mengukur perut saya.

“Normal Bu, ada keluhan?”
“Saya flu Bu, apakah boleh mengonsumsi obat?”
Beliau langsung menunjuk-nunjuk beberapa obat pada asistennya lalu menyerahkan tiga jenis obat kepada saya. Saya melihat-lihat tiga jenis obat itu, salah satu obat yang diberikan tidak memiliki pembungkus, hanya dimasukkan dalam plastik transparan yang ditulisi dengan spidol “3 X 1”.
“Maaf Bu saya mau tanya, ini obat apa ya?” – tepatnya percakapan saya menggunakan bahasa Jawa Krama.
“Ini obat aman kok Bu. Saya ini bidan, jelas saya sudah tahu mana obat yang baik atau tidak untuk ibu hamil. Kalau berobat itu yang mantap saja Bu. Kalau suruh minum obat ya diminum, tidak usah banyak tanya,” jawab Bu Bidan dengan nada tinggi.


Selanjutnya, saya sudah malas untuk bertanya lebih jauh. Saya pun mengajak suami untuk pulang. Begitulah cerita sore itu.

Kamis, 17 Desember 2015

Ayam Goreng dan Semut

Malam itu mataku terbuka. Ah, sudah pukul 02.30. Lapar sekali rasanya.

Kuraba perutku, Alhamdulillah tendangannya semakin terasa.

Alamak, baru kusadari rupanya aku tertidur di depan televisi dan giliran semut-semut di televisilah yang menonton aku. Program televisi telah usai karena sudah terlalu larut. Aku baru ingat kalau sebelum tidur aku merasa lelah sekali, badanku sangat lemas. Aku pun meminta suami untuk memasakan sesuatu untukku. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi.

Di sebelahku, dia tengah tertidur pulas di atas lembaran karpet yang ditumpuk bedcover.  Kasur di depan televisi memang hanya cukup untuk menampung satu orang. Aku berjalan menuju meja makan, di sana sudah terhidang ayam goreng yang sudah dikerumuti semut.


Malam itu juga aku mengusir semut-semut dari piring saji. Aku harus tetap makan. Bukan hanya dengan alasan lapar.