Alhamdulillahirabbil’alamin atas karunia-Mu aku masih dapat memainkan jari-jariku di malam super bulan ini dengan segala hal luar biasa yang telah Engkau titiskan.
#1
Hari pertamaku di YPAC Semarang
Hari itu Jumat 18 Maret 2011, aku dan teman sekamarku (Faknita Utami) melaju dengan motor Supra AA 3425 BK menuju YPAC Semarang (Yayasan Penyandang Anak Cacat), kami sampai di sana pukul 11.30. Kemudian aku segera menuju ke ruang loket untuk menanyakan tentang keterampilan pantomim yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Ibu loket meminta kami untuk menunggu sampai pukul 13.30 karena SLB (Sekolah Luar Biasa) baru akan dimulai, dan Bu Nur, guru yang dapat melatih pantomim bagi siswa SLB baru akan datang pada jam tersebut. Karena masih lelah, aku dan Nita memutuskan untuk beristirahat sebentar di depan YPAC, dan sungguh aku mendapat pemandangan yang membuat hati miris. Di depanku terpampang pintu dengan tulisan “Ruang Fisioterapi” dan seorang anak dengan kaki kurus duduk di depan sepeda motor, tampak bapaknya kemudian menjunjung anak itu ke ruang Fisioterapi. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan anak itu, tapi yang jelas, dia berbeda denganku. Panorama lain kemudian muncul, seorang anak SD dengan sangat lincahnya mondar-mandir dan seperti tak kenal lelah, ibunya yang sedang duduk dengan muka biasa saja, memandangi anaknya yang hiperaktif, sungguh keaktifan yang tidak biasa (autis) dan lagi-lagi aku melihat orang yang berbeda denganku.
Karena lelah menunggu akhirnya aku dan Nita memutuskan untuk jalan-jalan ke Citra Land yang kebetulan hanya berjarak 20 meter dengan YPAC. Di CL, kami menuju Alfath sebuah butik muslimah. Nita yang memang shopaholic mondar-mandir dari satu deretan baju ke deretan baju yang lain, sedangkan aku hanya duduk sambil memandangi orang belanja. Tapi eiiits pandanganku berhenti pada satu titik, yaitu seorang “embak-embak” sedang berdiri dengan anggunnya. Dia memakai gamis hijau muda yang dipadukan dengan cardigan hijau tua, memakai sepati hak tinggi, dan berkaos kaki. Wajahnya? Aduhaiiii aku melihat bidadari di Citra Land, hidungnya mancung, matanya besar, kulitnya putih, so perfecccccttooooo, sampai-sampai aku berdiri dan pura-pura melihat-lihat baju hanya untuk memandang wajah mbak-mbak itu, sungguh mengagumkan. Tapi ada yang aneh dalam diriku. “Siapa aku bila dibandingkan dengan mbak-mbak itu?” she is so perfect, aku minderrrrrr.
Akhirnya pukul 13.30 dan aku sampai lagi di YPAC. Aku meminta Nita untuk menunggu di lobi dan aku masuk ke ruang guru. Di sana aku disuruh menunggu Bu Nur datang, tak berselang lama, Bu Nur pun datang dengan menunggangi sepeda motor matic berwarna biru. Setelah Bu Nur masuk ke ruang guru, beliau menyambutku dengan begitu hangat. “Perkenalkan Bu, nama saya Meina. Saya dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes. Saya dan rekan-rekan saya (Nana Riskhi Susanti dan Nurul Basyiroh) mendapatkan kesempatan dari Dikti untuk melaksanakan program pengabdian masyarakat di YPAC semarang. Kami mendapatkan informasi bahwa di YPAC ini terdapat pelatihan pantomim bagi siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, kami memiliki niat untu membuat YPAC Semarang sebagai SLB percontohan bagi seluruh SLB di Indonesia, bahwa anak yang berkebutuhan khusus juga bisa (dan berhak) untuk berkreasi, berkesenian, dan berkarya.” Tiba-tiba mata Bu Nur berkaca-kaca. “Benar, di sini ada seorang anak tuna grahita bernama Riski, ia tak bisa menulis dan menghitung, ketika saya menyuruhnya menulis dia malah bergerak-gerak seperti orang berpantomim, dia bergaya seperti sedang memakai bedak, menyisir, dan sebagainya, lalu saya arahkan saja dia. Akhirnya sekarang dia sudah pernah dipanggil pihak TVRI, berbagai mall, bahkan acara gubernuran untuk menampilkan bakatnya berpantomim.”
Subhanalloh ada aliran bening membasahi hatiku, sungguh setelah mendengar penjelasan Bu Nur aku benar-benar merasakan bahwa Allah Maha Adil.
Teng...Teng...Teng tiba-tiba lonceng tanda masuk berbunyi. “Sudah masuk jam pelajaran, ayo ikut saya kalo Mbak mau berkenalan dengan Riski.” Kata Bu Nur.
Aku lalu mengikuti langkah Bu Nur menuju ruang kelas sepanjang perjalanan kami, aku lihat berbagai anak tuna grahita asik bermain di koridor kelas, mereka tertawa riang gembira, dalam raut wajah mereka sungguh tak ada satu gores pun kesedihan.
“Haiiiiiii” sapa Bu Nur dengan seorang anak kecil (kira-kira kelas 1 SD), kemudian anak itu ikut melambaikan tangannya, ternyata dia juga tuna grahita.
Akhirnya aku dipersilakan untuk masuk kelas. Suasana di dalam kelas sungguh sangat bising, mereka sik dengan dunia mereka sendiri. “Ini Mbak yang Namanya Riski.” Kata Bu Nur. “Hai, namanya siapa?” tanyaku sambil menyodorkan tangan pada perempuan kelas 1 SMALB itu. Kemudian Riski menjawab, “Gita”. Nah lo? Rupanya anak tuna grahita kadang tidak bisa menangkap apa yang kita omongkan kepada mereka.
Karena tidak ingin mengganggu Kegiatan Belajar Mengajar, saya mohon diri. Besok aku akan ke YPAC lagi, karena kata Bu Nur anak-anak berkebutuhan khusus memiliki jadwal ektrakurikuler berkesenian pada hari sabtu, pada minggu ke-2 dan ke-4. I’ll back.
Selama perjalanan pulang aku masih speechless, aku dan Nita saling diam di atas sepeda motor. Sungguh jadi kepikiran mbak-mbak yang ketemu di butik. Bahwa rasa minderku itu sungguh tak beralasan. Masih banyak orang yang ada di bawah kita, mengapa kita harus berkecil hati? Bersyukurlah. Mereka saja yang “berbeda” dengan kita masih bisa tertawa riang gembira, mengapa kita harus bersedih?
“Tak ada manusia yang terlahir sempurna, jangan kau sesali segala yang pernah terjadi. Kita mungkin pernah dapatkan cobaan yang berat, seakan hidup ini tak ada artinya lagi. Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.” (d'massive)
Jangan pernah kau sesali hidup ini kawan.
Dan jangan sekali-kali membuat jurang perbedaan antara kita dengan anak-anak berkebutuhan khusus, karena kita semua SAMA.
Semarang, 19 Maret 2010
(Bersambung hari #2 @YPAC Semarang Sabtu, 19 Maret 2011...............)
*Special thank’s to Nita yang sudah mau nemenin aku, love u fulllll