Senin, 15 Juli 2013

Dia yang Datang Paling Awal dan Pulang Paling Akhir

Sumber


“Kita belum sampai bertaruh nyawa demi melantunkan ayat suci. Belum sampai berjalan puluhan kilometer tanpa alas kaki demi menimba ilmu di sekolah berdebu. Kita belum sampai dilempari batu untuk sekadar salat berjamaah di surau yang hampir roboh, fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban?

Cerita ini tentang seorang nenek tua yang usianya aku taksir delapan puluh tahun, perawakannya mulai kurus, keriput pun sudah membalut semua kulitnya, bahkan tubuhnya yang membungkuk hampir membentuk sudut 90 derajat membuatnya sulit untuk melangkah. Pernah suatu ketika tatkala iqamah sudah berkumandang, jamaah berduyun-duyun menapaki pelataran masjid. Sebuah fenomena yang jarang aku jumpai, terjadi antrean yang sangat panjang untuk menuju lantai dua. Barisan jamaah akhwat memang dilokasikan di sana, berbeda dengan ikhwan yang berada di lantai satu. Hampir semua jamaah mengeluh karena waktu salat yang sudah dimulai, bahkan imam pun sudah hampir habis membaca surat Al-Fatihah.

Sudah dua Ramadan aku melewati tarawih di sebuah masjid samping kosku. Baru kali ini aku tahu, ada pemandangan yang aku abaikan. Sependar cahaya batin yang tertutup dan baru terkuak. Antrean itu karena nenek yang terlambat berangkat salat. Untuk menuju lantai dua, tentu harus dengan perjuangan dan waktu yang ekstra. Semenjak itulah, dia selalu datang paling awal dan pulang paling akhir di antara para jamaah.


Lalu bagaimana dengan kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar