Sebuah tulisan yang mungkin bisa disebut lanjutan dari cerita rekan
saya Gita Wiryawan : Menjelma Sisifus.
Sebuah jawaban untuk pengejaran cinta selama empat
tahun. Ini benar-benar sebuah pengejaran. Yang Bukit tahu mengejar cinta
seperti menggenggam pasir, bukan seperti sedang bermain petak umpet. Kenyataannya
Bukit harus bersembunyi dari Sisifus, melakukan repetisi penolakan.
Ia tidak sepenuhnya seperti Sisifus. Hanya saja
ada bagian dalam hidupnya yang menyerupai hukuman Sisifus, repetisi. Sebuah kegagalan
yang ia ulang, mungkinkah sebab kepuasan atau obsesi? Inilah kisah antara Sisifus
dan sebuah Bukit. Bukan hukuman abadi, tapi sebuah usaha untuk meletakkan batu
di atas Bukit. Batu inilah yang katanya simbol ketulusan cintanya melalui
repetisi dan usaha nyata.
Dalam mitologi Yunani, Sisifus mendapat hukuman untuk mengangkat batu besar
ke atas Bukit. Setelah sampai, batu besar itu menggelinding dan ia harus
kembali mengangkatnya ke Bukit, begitu seterusnya. Sisifus inilah, simbol repetisi kegagalan, melakukan sesuatu yang ia
tahu bahwa sebenarnya gagal tapi tetap melakukannya. Kali ini ia benar-benar
menyerah. Simbol Sisifus sudah usai baginya.
Sisifus tak lagi mengangkat batu ke atas Bukit. Sisifus
dengan bijak mengakhiri hukumannya, ia membiarkan batu itu di Lembah, setelah
ia sadar bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diafirmasi Bukit. Batu yang ia bawa benar-benar
tak bisa diterima oleh Bukit, membuatnya terus menggelindingkan batu itu ke Lembah.
“Aku tak merasakan bahwa batu itu sebuah simbol ketulusan,
yang aku rasa batu itu menjadi simbol obsesi
yang ia lakukan secara terus-menerus,” ucap Bukit pada Sisifus. “Pengejaran bukanlah
sesuatu hal yang buruk, tetapi ada hal yang tidak bisa diafirmasi dari segala
repetisimu,” lanjutnya.
Yang Bukit tahu, sebuah pengejaran tak bisa
dilakukan secara general. Mengejar cinta berbeda dengan mengejar cita-cita.
Sisifus boleh saja menjalani repetisi itu, menjalani kegagalan sampai Bukit
menyerah, nyatanya itu hanya menjadi repetisi obsesi. Kini Sisifus meletakkan
batu di atas Lembah, tak lagi melakukan repetisi. Sisifus meletakkan batu
dengan hati-hati dan penuh ketulusan yang nyata. Bukan lagi obsesi yang ia
lakukan. Batu itu kini berada di Lembah, tanpa ia melakukan repetisi obsesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar