Suatu sore di kantor. Saat itu gerimis masih cukup istimewa. Sepuluh
menit pertama kala gerimis asik mencumbu basah tanah yang semakin mongering,
justru adalah hal yang puitis. Sebab, ada harum tanah yang bisa kau nikmati.
“Sedang apa Dik?” tanya beliau.
“Sedang iseng saja Pak, ini nyicil tesis, sudah ada tagihan rupanya,”
jawab saya sembari tersenyum.
“Dik, kau tak iri melihat teman-teman kau menikah?” sambungnya.
“Ya sampai saat ini biasa saja sih Pak, saya malah ikut seneng,
mungkin belum waktunya saja buat saya Pak.”
“Saya senang melihat orang yang punya semangat tinggi seperti kau. Ya,
semangat untuk membuat hidup jadi lebih baik dan terus membaik. Namun, ada
baiknya kau juga tak lupakan untuk membangun kehidupan yang baru, sebab itu
juga upaya untuk membuat hidupmu jadi lebih baik.”
…suasana pun hening.
“Dik, Bapak punya pemikiran modern. Bagaimana kalau perempuan lebih
dulu menyatakan cinta pada lelaki?”
“Emmm, mungkin saya masih kurang berterima dengan hal itu Pak. Tentu
tak selaras dengan budaya kita.”
“Memang paradigmanya masih seperti itu. Namun, apa salahnya seorang
perempuan menunjukkan bahwa dia mencintai seorang laki-laki?”
“Berarti ungkapan ‘perempuan boleh menolak dan laki-laki boleh memilih’
sudah tak lagi berlaku?”
“Bisa jadi, pada pemikiran modernisme perempuan juga punya hak untuk
memilih. Perempuan bisa saja bertanya kepada lelaki, ‘apa kau mencintaiku
seperti aku mencintaimu?’”
“Nahasnya apabila perempuan itu ditolak, betapa malunya ia sebagai
seorang perempuan.”
“Laki-laki yang baik tentu akan memperlakukan perempuan dengan baik
pula. Setidaknya ada jawaban dari sebuah tanda tanya besar di hati perempuan
itu. Bilamana lelaki itu tak baik, justru perempuan itu akan punya alasan untuk
meninggalkannya.”
“Dan memulai hidup yang baru?” tanya saya.
………..
Pada hakikatnya kehidupan berjalan maju. Manusia tak punya kuasa untuk
membahagiakan orang lain, tapi setidaknya Tuhan sudah memberi kesempatan untuk
berusaha melakukan yang terbaik.
“Bapak, seperti kata Sapardi, aku
ingin mencintaimu dengan sederhana. Bisa jadi akan seperti itu Pak. Tatkala
kesederhanaan menjadi sebuah optimalisasi dari segala keruwetan. Saat keruwetan
itu tak lagi dianggap sebagai sebuah masalah dan manusia akan berkata : ‘ya’
pada sebuah kondisi yang ia dulu rasa sebagai sebuah beban lalu ia mau menerima
segala resiko. That’s thinking simply.
Bukankah itu bukti rasa cinta terdalam?”
Ya Tuhanku, janganlah engkau
biarkan aku hidup seorang diri….. (QS Al Anbiya:89)
Kata Sapardi pula hidup adalah doa yang panjang... Keep spririt, Mei.. Love u...
BalasHapusterima kasih mbakku... mari kita beri makna pada setiap hembus napas kita. love you too
BalasHapuslanjutkan adikku
BalasHapus