Senin, 27 Juni 2011

Pangeran Stasiun Cakung


Yeah, baru aku ngerasain petualangan yang seperti ini, mungkin sepintas orang mengira hal yang biasa tapi bagiku ini luar biasa. Yaiyalah jelas luar biasa, liburan kali ini aku benar-benar menjadi orang yang nekat. Gimana mau nggak nekat, di kala teman-teman kuliah terpenjara di Semarang buat ngerjain tugas, aku malah enak-enakan “plesiran” ke Jakarta. Eitsss. . .tapi bukan sekadar plesiran, aku ke Jakarta juga bawa laptop, kalau malam hari aku juga ngerjain tugas kok (Curcol, hehehe)

Sebenarnya aku nggak mau cerita tentang liburanku kali ini tapi lebih pada “Pangeran Stasiun Cakung” yang barusan aku lihat, waow!!

Pangeran yang bukan pangeran biasa karena sifat kepahlawanannya (Ciyeeeee )

Kejadiannya bermula dari hari Kamis, 23 Juni 2011 waktu itu aku terkena diare dan muntah-muntah yang sangat hebat, entah kenapa hampir tiap jam aku ke belakang dan setiap habis makan aku langsung muntah. Setelah ke Rumah Sakit, rupanya aku menderita “KERACUNAN” what? Yeah mungkin karena efek pesta duren, makan soto betawi pinggir jalan, dan sate ayam kepedesan. Alhasil, tiket kereta api untuk hari Jumat harus dibatalkan. Setelah itu mami ngamuk-ngamuk, “Udah deh, kamu ikut mamah aja pulang ke Ajibarang, nggak usah ke Semarang dulu.” Ya wes lah manut. Akhirnya aku dibelikan tiket kereta api untuk hari Senin dengan jurusan Jakarta-Purwokerto.

Hari Minggu pun tiba. Alhamdulillah penyakit “keracunan”ku sudah sembuh, dan aku siap pulang ke Purwokerto esok hari. Tiba-tiba Budhe menghubungi ibuku bahwa beliau akan ke Semarang. Cling muncul ide brilian. “Ya udah mah, aku nggak jadi ke Purwokerto, aku ke Semarang aja ikut Budhe.” Kataku pada Kanjeng Mami. “Oh yawes besok tiketmu tak jual aja ke orang.”

Senin pagi pun tiba. Aku, adikku, dan kanjeng mami pergi ke stasiun Jatinegara. Maksud hati, kanjeng mami dan adek naik kereta ke Purwokerto dan aku naik KRL ke stasiun Cakung (kediaman Budhe). Singkat cerita aku sudah berada di KRL jurusan Bekasi. Rupanya stasiun yan kami lewati adalah stasiun-staiun kecil dan setiap kereta berhenti pun hanya beberapa detik saja. Kata Budheku aku disuruh turun di stasiun Cakung, tepatnya setelah stasiun Klender Baru. Di KRL pun aku udah clingak-clinguk tanya sana-sini takut kebablasan. Akhirnya sampai juga di stasiun Cakung, kereta pun berhenti. Daaaaaaaaan jeng. . .jeng. . .jeng. . .

“Aduh Bu, kok ini gak ada tangganya?” tanyaku pada penumpang lain. “Udah mba, tinggal terjun aja nggak apa-apa dari pada keretanya jalan nanti, Terjun aja mbak.” Bodohnya aku, mendengar bujukan seperti itu aku manut TERJUN dari kerta api. Tuing. . . .jlep. aku pun terjun dari ketinggian 4 meter (sialan banget tuh penumpang setan). Mending medannya kasur, lah ini kerikil, naasnya aku nyungsep di kerikil. Tas yang kubawa berserakan kemana-mana. Orang-orang pada nemplek di kaca kereta api memandangiku yang jatuh nyungsep. Adu gile sakitnya bukan main, bayangin aja muka imutku diamplas pake krikil. . .waktu jatuh itu yang kulihat dan kurasa cuma batu, pasir, dan bibir yang jontor.

Tapi, tiba-tiba. . .aku melihat uluran tangan seorang laki-laki (so sweet banget ini nulisnya pake deg-degan) “Nggak apa-apa kan mba?” katanya merdu (lebay). “oh nggak apa-apa,” jawabku (belum ngelihat wajahnya. Daaaaann eng ing eng. . ow my god aku melihat Kim Bum, sumpah deh gantengggggggggggggggggggggggg bangetttttt. . .pangeran berkemeja putih dan berjam elegan sedang berdiri di depanku, memegang tanganku, dan menolongku. Sumpah nggak nyesel aku terjun dari KRL. “Berdarah ini,” katanya sambil membereskan tasku. Rupanya di stasiun kereta yang sangat ramai itu hanya ada satu orang yang menolongku, yaaaa mas ganteng itu (mana kepedulian orang-orang?). “Iya berdarah bibirnya, ayok dibersihkan dulu.” Katanya sambil memelas. “Lah ini jalannya naik banget, nggak ada tangga,” kataku. Mas-mas itu langsung naik ke pagar dan kembali mengulurkan tangannya, membantuku naik ke tembok itu, hoooooo meleleh. Dia mengantarku menuju ke penjual air mineral, dia membelikanku sebotol Aqua dan nggak mau dibayar. Aduh, udah ganteng baik hati pula. . . . .”Makasih ya mas,” Kataku sambil kumur-kumur air Aqua dan membersihkan bibirku yang jontor kena krikil. “Itu mbak, dagunya masih berdarah.” Katanya sambil menunjuk daguku. “OH iya, makasih banget mas.” (Aduh gile nih orang baik bangetttt).

“Aku mau dijemput Budheku, tak telpon dulu ya.” Kataku ke mas-mas berkulit putih itu. “Oh ya, silakan.” Rupanya budhe sudah berada di stasiun, Budhe pun melambaikan tangan.
Kebodohanku selanjutnya adalah : AKU LUPA BERKENALAN.
Aku malah langsung berlari menuju Budhe dan meninggalkan Pangeran Cakung seorang diri di depan bakul aqua tanpa menanyakan nama atau nomor hape.
Menyesal seumur hidup dehhhh. . . . .
Kalau jodoh nggak kemana, semoga ada kesempatan bertemu.
Pangeran Stasiun Cakung yang baik hati.

2 komentar: