Renungan Indah
WS. Rendra
(Puisi terakhir Rendra yang dituliskan di atas ranjang)
aku berkata,
Ketika semua orang memujiku
Bahwa semua itu hanyalah titipan.
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya.
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
Ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika semua orang memujiku
Bahwa semua itu hanyalah titipan.
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya.
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
Ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah.
Kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka.
Kusebut itu sebagai
panggilan apa saja,
untuk melukiskan kalau itu
adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku.
Ingin lebih banyak mobil,
Lebih banyak popularitas,
dan
Kutolak sakit,
Kutolak kemiskinan.
Seolah semua “derita“
adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan
kasih-Nya harus berjalan seperti matematika.
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
Dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas
“perlakuan baikku“.
Dan menolak keputusan-Nya
yang tak sesuai keinginanku.
Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk ibadah.
“ Ketika langit dan bumi
bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja “.
****
Kadang
terpikir, untuk apa sekolah tinggi-tinggi, untuk apa kerja keras bila aku tak
punya waktu untuk diri sendiri? Bahkan satu hari aku hanya punya lima jam waktu
luang. Lantas hati terkesiap, tatkala menyadari bahwa arah hati sudah tak
menentu, apa hakikat dari perjuangan, jika tak mengerucut pada pengabdian.
Untuk apa dikagumi orang bila diri sendiri tak merasa bahagia? Untuk apa tampil
hebat bila, diri sendiri tak pernah menikmati hidupnya?
Namun,
sadarilah bahwa perjuangan tak pernah ditaburi oleh wangi bunga. Mungkin hanya
butuh kesabaran, “man shobaru zhafiro”.
Ketika
seseorang diuji dengan kemiskinannya, bisa jadi Allah ingin melihat
perjuangannya. Bila seseorang diuji dengan kekayaannya, bisa jadi Allah ingin
melihat berapa banyak sedekahnya. Bila seseorang diuji dengan waktu luang dan
sempitnya, bisa jadi Allah ingin melihat seberapa ia memanfaatkan waktunya.
Semoga
setiap helai keringat ini nantinya akan menjadi penyejuk di padang mahsyar.
Tiada jalan lain untuk menikmati hidup, selain dengan menikmatinya. “Ketika
langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja “.
(Griya
Kusuma, 30 Maret 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar