Selasa, 25 Februari 2014

Arti Kerinduan


“Kredibilitas label halal dipertanyakan”. Kabar itu yang menyeruak akhir-akhir ini. Aku tidak akan membicarakan tentang MUI, tapi aku jadi teringat quote yang ditulis kawan saya, “Halal is a must, not just about what we eat, but also what we wear, and what we love.”
Haruskah label halal pada hati juga mesti dipertanyakan?
Haruskah hilang prinsip hanya karena tak tahan didera cobaan?

Hidup dalam kesederhanaan dan perjuangan mungkin sudah menjadi pilihan hidupku saat ini, termasuk memilih untuk tidak egois pada perasaanku sendiri. Menyimpan kerinduan hanya sebatas sesuatu yang indah dan aku rasakan sendiri, mungkin itu yang terbaik saat ini.

Meskipun jatuh cinta, kita tetap harus menyerahkan hati kita pada Allah. Sebab, kerinduan yang terjalin kepada seseorang yang belum halal hanya akan menghadirkan kepalsuan dan kekecewaan.

Tahukah kau bahwa Rasulullah pernah menahan lapar seharian demi membahagiakan Aisyah? Tahukan kau Rasulullah pernah berjuang begitu keras demi Kahdijah yang seorang konglomerat? Bukankah segalanya butuh persiapan matang? Meskipun sudah dijamin Allah pada An Nur : 32.


Sebab, bagiku mencintaimu adalah hal yang tak beralasan. Seperti yang dikatakan Sudjiwo Tedjo, cinta adalah takdir. Atau, haruskah aku setuju dengan Plato dan Socrates yang berpendapat bahwa cinta adalah kekosongan? Cinta hanya hadir dari ide kesempurnaan dari alam pikiran manusia, yang sebenarnya ketiadaan. Tugas manusia hanyalah “memutuskan”, siapa yang akan ia pilih untuk bersamanya. Ya, pernikahan hanya soal pilihan.

Ya Allah, aku serahkan segala urusanku dan hatiku hanya kepada-Mu.
Hanya lewat bulan sabit malam ini bisa kutitipkan rindu untukmu, di sana. Di kota tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar