Minggu, 16 Maret 2014

Postmodernisme


Akan ada saatnya manakala cinta disebut sebagai sesuatu yang sama sekali tak terdefinisi, termasuk pada siapa kita bisa jatuh cinta? Atau bisa jadi pada apa kita akan jatuh cinta. Saat teknologi merajai kehidupan kita, akan ada saatnya seseorang yang menikah dengan robot, laptop atau gadget yang lainnya.

Pada era postmodern ini bukankah semuanya berubah? Bisakah kau jelaskan siapa kekasihmu? Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk menikmati kehidupan nyata, dibanding mengunggah foto di instagram? Bila teknologi tak secanggih sekarang, Theodore tak akan jatuh cinta pada Samantha yang sebuah program komputer. Tatkala cinta tak terdefinisi secara pasti, betapa Theodore mencintai Samantha yang seolah-olah begitu mengertinya, begitu menerimanya apa adanya. Ketika itulah sisi manusiawi akan tergantikan oleh teknologi. Bisa jadi manusialah yang sebenarnya menjadikan setan masuk neraka. Saat itulah kita juga tak bisa mendefinisikan bagaimana sakit jiwa itu.

Ya, pada era postmodernisme ini segalanya berubah. Menikah bisa dilakukan via skype, rumah tangga pun bisa dilakukan jarak jauh. Mengertilah wahai engkau, pada era ini cinta bukanlah sebuah kewajiban. Sebab, ketika kau memberi paksaan pada orang lain seolah-olah kau adalah monster baginya, bukan lagi kekasih. Contoh paling sederhana adalah: “Ketika saya tidak menghubungimu untuk urusan yang remeh, semisal menanyakan sudah makan atau belum, pertanyaan basi yang terlontar tapi tak berkonteks, bukan berarti aku tak mencintaimu. Mengertilah, pada era postmodern ini setiap orang bebas sibuk dengan pikirannya sendiri. Mungkin cinta bukan lagi harga mati.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar