Mamah, aku hanya bisa merangkai kata dengan cinta, untukmu, hanya untukmu
Ibu
Aku tak tau kapan tepatnya fajar mencintai senja, hingga ia rela menghampiri.
Aku juga tau tau kapan pastinya abu mencintai api, hingga ia rela menunggunya.
Aku tak pernah tau mengapa matahari mencintai bumiku, hingga ia terus menghidupinya.
Tuhan,
Aku tak pernah tau mengapa KAU menitiskanku padanya
aku tak pernah tau mengapa bunda menyayangiku
Dan aku tak bisa mengerti kenapa dia rela mati demiku
Bahkan mau menyusui
Bertaruh nyawa demiku
Rela mengandungku
Kenapa aku tak lantas dibuangnya dan menjadi hina karena anjing yang membesarkanku
Kenapa aku tak dibunuhnya saja agar tak selalu merepotkan
Aku pun tak pernah paham mengapa tak pernah ada benci dihatinya
Walau iblis selalu bersemayam dalam jiwa anaknya
Dia amat suci.
Shafira, 1 Mei 2010
Malaikat Hati
Dia
kekasih yang sunggguh membuat hati ini merona tak berdaya
Bukan, bukan karena dimabuk asmara
Apalagi hanya cinta monyet belaka
Dia
Malaikat hati yang mempertaruhkan jiwanya untukku
Dia
Yang selalu menangis dalam peluk ketika melepasku pergi
Dia
Yang selalu mengguratkan senyum tulusnya tatkala aku pulang
Ibu,
Pancaran jiwa yang tak pernah temaram
Simponi merdu yang terlantun abadi
Tempat persinggahanku
Apa kabarmu?
Aku yang dalam perantauan
Berjuang membuatmu bangga.
Anakmu.
(17 Maret 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar