Sabtu, 26 Februari 2011

Ainun ; Seorang Perempuan yang Diimpikan dan Dikagumi


Setelah berkutat dengan pikirian “diimpikan” dan “dikagumi”, akhirnya aku menemukan sosok perempuan yang pantas dinobatkan sebagai perempuan yang diimpikan dan dikagumi, dia adalah Hasri Ainun Habibie.
Petikan tulisan Ainun pada buku A. Makmur Makka hal.386.
“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya pikir: buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan kepada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya ketambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk pribadinya? Anak saya tidak akan mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak, seimbangkah orang tua kehilangan anak, dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu.”
Setelah dua anak Habibie-Ainun sudah mulai besar, Ainun kembali bekerja sebagai seorang dokter. Tiba-tiba Thareq, putra keduanya jatuh sakit. Ainun mengalami kebimbangan yang luar biasa, dia harus merawat orang lain yang sakit tapi ia tak dapat merawat buah hatinya sendiri.
Petikan tulisan Ainun pada buku A. Makmur Makka hal.387.
“Thareq lahir pada waktu kami di Hamburg. Anak-anak tumbuh dengan cepat. Musim pun berganti : pakaian anak harus diperbarui tiap musim. Mereka harus sekolah. Keluarga bertambah. Biaya asuransi meningkat, timbul kebutuhan baru: membeli rumah kami tidak tahu berapa lama kami harus terus merantau.
Setelah Thareq agak besar, sudah berumur 4 tahun saya memberanikan diri bekerja. Memang terasa suatu keputusan tersendiri. Saya profesional. Saya mandiri. Penghasilan pun lebih dari cukup : hampir mengimbangi penghasilan suami. Saya bisa membantu suami membeli tanah dan rumah di Kakerbeck. Juga di desa. Juga jauh dari kota. Waktu berumur 6 tahun, Thareq sakit keras. Dan terasa ada suatu yang mengganjal, sehari-hari mengurusi anak orang lain padahal anak sendiri tidak terawat. Maka kembalilah saya pada falsafah hidup sewaktu di Oberforstbach : falsafah hidup mengutamakan anak dan keluarga daripada mencari kepuasan profesional dan penghasilan tinggi. Menyesalkah saya mengambil keputusan itu?menyesalkah saya berketetapan menjadi pecinta, istri, dan ibu?”
Ainun akhirnya berhenti bekerja, kemudian ia mengabdikan diri menjadi seorang perempuan sejati. Dia adalah sosok perempuan yang selalu tersenyum dengan damai walau ia lelah. Ia adalah seorang perempuan yang diimpikan karena memiliki hakikat sebagai seorang perempuan sejati. Dia adalah seorang perempuan yang dikagumi, dikagumi oleh suami, anak-anak, keluarga, dan orang-orang yang terinspirasi olehnya. Perempuan yang sangat cerdas, tetapi tidak memberati hobi dan profesionalismenya sebagai seorang lulusan Fakultas Kedokteran UI, tetapi lebih mengutamakan perannya sebagai seorang perempuan yang dikagumi dan diimpikan karena falsafah hidupnya.


2 komentar:

  1. Siap menjadi "Bu Ainun" selanjutnya???
    Tuh "Pak Habibie" sepertinya sudah siaap. :p

    BalasHapus
  2. Insya Allah Siap, nunggu mas habibie nya cari modal dulu :P

    BalasHapus