Tinggal di Semarang rupanya memberikan sensasi
tersendiri bagiku. Mulai dari kebanjiran ketika musim hujan, rob, sampai
kekeringan ketika musim kemarau. Bukan hanya sekali, dua kali, tapi sangat
sering aku mengendarai sepeda motor dalam keadaan jalan yang banjir bahkan
hampir selutut orang dewasa. Sampai-sampai aku paham benar trik agar si motor
tidak wafat ketika banjir. Pernah juga waktu itu ketika mengendarai motor pada
malam hari, hujan deras, dan banjir, beberapa pohon tumbang dan jalan pun
ditutup, terpaksa harus putar balik padahal selama di Semarang aku tak terlalu
hapal jalan.
Kali ini kemarau terasa sangat panjang. Persediaan
air di kos-kosan menipis. Terpaksalah kami
melaundry baju, mandi coboy, bahkan
keramas hanya dengan air sepuluh gayung. Beberapa anak kos pun memilih numpang
mandi di pom bensin. Yah, kondisi darurat memang memaksa kita untuk berpikir
cerdik, sampai-sampai aku dapat merumuskan trik mandi dengan air yang sangat
terbatas.
Sebenarnya setiap kondisi, seburuk apapun itu jika
kita menikmatinya pasti ada saja sesuatu yang menggelitik, menyenangkan, dan
tentu saja rasa syukur. Sampai-sampai aku membayangkan suatu saat nanti aku yang
akan menjadi bintang pariwara “sekarang
sumber air sudekat”, karena tiap mendengar bunyi air mengalir di tandon kami,
serta merta anak kost berlari menuju kran sambil membawa ember. Dulu aku anggap
bahwa ngangsu adalah hal yang
menyebalkan, tapi karena sudah sering maka rasanya jadi biasa saja, itung-itung
biar badan jadi kekar, hehehe. Rupanya satu gayung air itu sangat berarti Saudara!
Dulu aku tak menyadari benar tentang bahaya global warming, tapi efeknya ternyata
akan sangat terasa ketika aku tinggal di Tanjungmas. Betapa rob yang melanda
kawasan itu, air laut yang meluap sehingga ada puluhan bahkan mungkin ratusan
rumah yang tenggelam. Tiap tahun warga harus meninggikan rumahnya karena air
laut yang semakin naik, pernah pula ketika mereka bangun tidur, rupanya mereka
sedang dalam keadaan terkampul-kampul oleh rob.
Begitu juga saat ini, kemarau yang begitu panjang
membuat hutan-hutan di sekitar kampusku meranggas seperti habis terbakar,
dedaunan mengering dan rontok, tanah pun
kering dan retak. Jagalah lingkunganmu, ubahlah kebiasaan burukmu, setidaknya
mulai dari hal yang kecil, matikan lampu ketika tak dipakai, tutuplah kran air
rapat-rapat, dan jangan sampai memubazirkan sesuatu.
Meskipun begitu, anehnya kenapa semakin merasa
kerasan tinggal di Semarang?
Aku numpang mandi di masjid. Bhuahahahak. Tapi aku yo tetep cintrong sama Jogja tuh.. :DD
BalasHapus