Minggu, 11 Mei 2014

Faktor X


Baginya untuk meraih sukses, 90% usaha akan sia-sia jika tak diimbangi dengan porsi 10% doa. Begitu pula dengan 10% doa, akan sia-sia jika tak disempurnakan dengan 90% usaha. Menurutnya doa adalah puncak dari ikhtiar karena keberuntungan tidak serta merta datang pada seseorang tapi harus dijemput dengan doa dan ikhtiar (Kutipan Buku “The Professors” – Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum.).

Tidak jauh beda dengan pendapat Bu Uum, rekan kerja yang dulu dosenku sendiri. Kamis siang itu tak sengaja aku melewati ruangan beliau, bermaksud menyalami saja ternyata kami pun larut dalam obrolan kami. Maklum sebagai sesama penggemar Ustaz Yusuf Mansur (YM), obrolan kami pun mengalir dengan sangat alami. Ngobrol dengan beliau membuatku semakin bodoh, kenapa? Ya, di situlah justru aku merasa bahwa ilmuku masih sangat cethek dibanding beliau.

“Mba Meina, sesungguhnya bila kita analisis segala yang terjadi ini memang tak lepas dari campur tangan Allah. Kalau saya boleh bilang malah 99% usaha itu akan sia-sia bila Allah tak merahmati atau meridai meskipun hanya 1%. Justru 1% yang biasa orang bilang sebagai “faktor x” lah yang menjadi penentu segalanya. Ya, di situlah saya semakin menyadari bahwa tak ada alasan untuk menyombongkan diri. Sebab, bisa jadi yang orang lihat sebagai sebuah keberhasilan itu semata-mata anugerah atas izin Allah dan bukan berasal dari kemampuan manusia itu,” ucap beliau.

Senada dengan hal tersebut, Yusuf Mansur (YM) bahkan merumuskan 10 dosa besar yang bisa menghalangi rezeki, yaitu : syirik, meninggalkan salat, durhaka pada orang tua, berzina, rezeki yang haram, mabuk, memutus silaturakhim, bohong, kikir, dan ghibah. Entahlah meskipun ada juga yang berpendapat bahwa kehidupan itu bersifat dialektik, polanya seperti siklus, kadang di atas-kadang di bawah seperti roda, lantas gagal dan berhasil adalah hal yang biasa tak ada kaitannya dengan dosa. Benarkah demikian? Namun, aku punya pemikiran yang berbeda, aku sangat meyakini bahwa hidup ini adalah sebuah timbal balik dan benar-benar tak lepas dari campur tangan Tuhan.

Contohnya, si A yang mendapat pekerjaan yang prestisius sebab dekat dengan para pejabat berhasil mengalahkan si B yang sebenarnya diterima pada pekerjaan itu. Pada saat dokumen dikirim ke pusat nama B diganti dengan A, adilkah? Tentu tidak menurut pandangan manusia tapi belum tentu di mata Allah. Lagi-lagi faktor X-lah yang bisa jadi penentu kenapa itu terjadi. Boleh jadi pekerjaan itu adalah buah atau berkah dari “pahala” lain yang dilakukan oleh si A pada masa lampau dan bagaimana dengan si B? Janji Allah pasti benar, permasalahannya hanyalah pada “waktu” apakah buah itu bisa petik saat ini atau nanti. Apa yang menurut kita baik belum tentu baik menurut Allah, begitu juga sebaliknya. Wallahua’lam.

Yang jelas aku semakin menyadari bahwa hidup adalah sudut pandang. Bagaimana kita terus bersabar dan bersyukur atas apa yang kita terima. Ya, hidup adalah penerimaan, hidup adalah perjalanan mencari rida Allah.

Kusuma, 11 Mei 2014.


1 komentar:

  1. Aku sebagaimana prasangka hambaKu, kalo km berpraaangka begitu, ya begitulah

    BalasHapus