Senin, 12 Mei 2014

(Hastag) #GagalFokus


Malam ini harusnya aku mulai mencicil instrumen penelitianku karena “janji” akan selesai hari Sabtu karena Rabu harus ke Purwokerto, Kamis ke Bandung, Jumat ke Purwokerto, dan Sabtu harus sudah di Semarang lagi, tapi dasar Meina pasti ada saja yang dikerjakan, apa itu? Pulang kerja langsung tidur dan setelah itu nonton sinetron KW, acara dangdut cuma buat “ngece-ngece”, lalu pas sudah malam begini baru “ngeh”: tadi gue ngapain aja ya? -_-

Ya sudah, biarlah instrumen ini aku kerjakan esok pagi saja (semoga) karena kalau masih capek begini suka #GagalFokus hehe. “Ya Allah bangunkan aku pada sepertiga malam-Mu, berikanlah aku kekuatan untuk menyelesaikan studiku agar bertambah ilmuku untuk aku amalkan demi agama-Mu, aamiin.”

Sebenarnya aku mau cerita tentang pembelajaran tadi siang. Malam ini bahkan masih terbayang bagaimana kami tertawa bersama, rasanya (subhanallah) bahagia sekali. Menjadi guru adalah impianku and my dream comes true, alhamdulillah. Jadi tadi kami bercerita tentang hastag #GagalFokus. Kenapa tiba-tiba sampai pada topik bahasan itu? Sebenarnya ini hanya intermezzo saja agar anak-anak tidak bosan. Tatkala kami sedang membahas pesan kurikulum pada buku pelajaran dan evaluasi yang disesuaikan dengan Kompetensi Dasar, aku memulai dengan analogi #GagalFokus.

#1
Ketika si Anto berkata, “Pantas si Made pintar menari Bali, dia kan dari Bali.”

#2
Si Anto kembali berkata, “Pantas saja si Michael sejak usia tiga tahun bisa berbahasa Inggris, dia kan orang Inggris.”

Benarkah dua pernyataan tersebut?
Kalau kamu menjawab benar, itu berarti kamu terindikasi hastag #GagalFokus

Bukankah Made bisa menari Bali lantaran dia berlatih menari Bali?
Bukankah Michael bisa berbahasa Inggris lantaran dia dari kecil diajari berbahasa Inggris?
Andai saja Made dan Michael sejak lahir dimasukan ke gua seorang diri, hanya mendapat makan, dan tidak pernah berinteraksi dengan orang lain lalu baru diperbolehkan keluar setelah sepuluh tahun, aku yakin si Made tak akan bisa menari Bali meskipun dia orang Bali dan si Michael tak bisa berbahasa Inggris meskipun dia orang Inggris.

#GagalFokus paling dahsyat juga terindikasi dari permainan selanjutnya. Sebenarnya aku terinspirasi dari status FB kakak tingkatku, Mas Kiki. Aku meminta anak-anak untuk menggambar sesuatu yang aku sebutkan dalam waktu tiga puluh detik. “Silakan Anda menggambar alat vital.”

Lantas apa yang terjadi? 50% anak-anak menggambar alat kelamin. Kenapa? Padahal yang aku minta mereka menggambar alat vital dengan asumsi:
Vital berarti penting, artinya yang penting itu tidak hanya alat kelamin kan?
Aku tidak membatasi “alat vital” itu harus organ tubuh, kalaupun anak-anak menggambar handphone atau laptop pun itu tidak salah.

Setelah aku menjelaskan hal tersebut sontak anak-anak tertawa sampai pembelajaran terhenti selama lima menit untuk memuaskan hasrat kami untuk tertawa, masyaallah. Kami menertawakan kebodohan kami sendiri, bahkan ada mahasiswa yang sampai menyembunyikan bukunya karena saking malunya, trus diledek habis-habisan oleh temannya, ya ampuuuun… hahahaha…

Nah, seringkali hal itu yang menjadi persoalan dalam pembelajaran. 
Guru tidak memahami tujuan atau pesan kurikulum dalam pembelajaran terutama pada Kurikulum 2013, hayooo tujuannya apa?
Guru #GagalFokus terhadap Kompetensi Dasar, evaluasi seringkali tidak cocok dengan indikator dan tujuan pembelajaran.

Gimana biar tidak #GagalFokus? (1) get out of the box, (2) pahami betul “kitab suci” pembelajaran: kurikulum, dan (3) jadilah calon guru yang rajin menggali potensi diri.
Semangat untuk menjadi great teacher ya nak-anaaaaaaak!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar