Selasa, 22 Juli 2014

Investasi



“Kala itu, terlintas di pikiran saya sebelum akhirnya saya memutuskan untuk menjadi guru. Alangkah bahagianya kyai-kyai itu yang tanpa ia minta santri-santrinya untuk berbakti padanya, justru santri-santri itulah yang mendekat padanya. Kenapa? Karena kyai dianggap memiliki ilmu. Ketika saya berpikir: ‘Mungkin saat ini saya masih sehat dan segar, tapi bagaimana bila tiba-tiba saya terkena stroke, atau ketika tua nanti saya sudah tidak bisa apa-apa?’ di situlah saya mulai berpikir Dik, bahwa pekerjaan saya saat ini (mungkin) memang yang terbaik untuk saya, terlepas dari bila itu takdir Tuhan untuk saya. Saat itu saya bertemu dengan seorang seniman yang ketika muda ia sangat gagah; siapa perempuan yang kuasa menolak ia? Tapi setelah ia tua, saya melihat ia duduk di kursi antrean pasien rumah sakit. Ia hanya duduk berdua ditemani istrinya yang masih cantik. Pemikiran saya terbang pada masa depan yang kita tak tau pasti. Bahwa saat-saat sekarang ini adalah waktu keemasan untuk menanam investasi dunia-akhirat. Sebab, kita tak tahu pasti apa yang akan terjadi nanti. Pun bilamana akhirnya  saya memutuskan untuk menjadi guru, saya tak akan memaksa anak-anak didik saya untuk berbakti kepada saya. Namun, kita sebagai manusia tak mungkin pernah menghindari satu hal: rasa.”

-Sendang Mulyana, pada perbincangan siang hari di Gedung B1 102-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar