Judul Buku : Kuda Besi (Kumpulan Dongeng
dan Fantasi Anak bersama Birokreasi)
Penerbit : www.birokreasi.com
Harga : Rp 42.500
Tahun : 2014
Jumlah
Halaman : 178 halaman
Anak-anak dapat
belajar memahami dongeng sebelum mereka mampu berpikir logis, sebelum dapat
menulis dan membaca. Mendongeng merupakan kegiatan penting sebagai jembatan
sampai anak dapat memahami cerita dan berpikir logis (Eagle, 1995). Pada zaman
dulu dongeng dianggap begitu sakral, bahkan hanya orang yang disebut pawanglah
yang boleh mengisahkan dongeng pada orang-orang. Anak-anak duduk berkerumun
menanti cerita dari pawang. Sejak saat itulah dongeng digunakan sebagai sarana
menyampaikan nasihat, bahkan sekadar pelipur lara. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Priyono (2006) bahwa kegiatan mendongeng sebenarnya
tidak sekadar bersifat hiburan belaka. Dongeng memiliki tujuan yang lebih luhur
yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak berperilaku
positif.
Dongeng yang
dahulu merupakan tradisi lisan dan menyebar dari mulut ke mulut saat ini hampir
mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya teknologi. Dongeng tak lagi
hanya dikisahkan oleh pawang, juga tak hanya menjadi tradisi lisan. Saat ini
dongeng juga berkembang melalui tradisi tulis. Begitu juga cara penceritaannya,
tidak hanya disajikan dalam bentuk pertunjukan, dongeng dalam bentuk tulis bisa
dinikmati dengan cara dibaca.
Ide untuk
mengabadikan imajinasi dalam bingkai dongeng adalah ide brilian yang sudah
dilakukan komunitas bernama Birokreasi. Birokreasi mampu membangkitkan kembali
gairah kaum muda untuk me-recall kekuatan
fantasi melalui dongeng. Apalagi, dongeng yang disajikan merupakan dongeng-dongeng
pilihan yang tersaring melalui proses sayembara yang sudah dilakukan
sebelumnya. Ya, Kuda Besi tidak ditulis hanya oleh satu orang. Buku ini terdiri
atas dua belas dongeng pilihan yang juga ditulis oleh dua belas orang melalui
proses seleksi.
Untuk
menilai kelayakan sebuah buku, sebenarnya tidak pernah lepas dari sasaran
pembaca. Berdasarkan tulisan penyusun yang ada pada bagian “Cuap-Cuap Redaksi”,
saya memperoleh simpulan bahwa Kuda Besi memang diperuntukkan untuk anak-anak.
Namun, saya tidak mendapat informasi yang lebih detail untuk anak-anak rentang
usia berapa saja. Sebab, untuk klasifikasi anak-anak berdasarkan jenjang
pendidikan saja memiliki perbedaan karakteristik, contohnya untuk anak-anak
seusia SD kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3) atau SD kelas tinggi (kelas 4, 5,
dan 6). Dengan tidak ada kejelasan rincian tersebut akan sedikit menyulitkan
orang tua, atau bahkan anak-anak untuk mementukan pilihannya.
Berdasarkan
kelayakan strukturnya, Kuda Besi (Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak bersama
Birokreasi) yang terdiri atas 178 halaman, bisa dilihat dari dua aspek yakni
aspek kulit dan aspek isi. Pada aspek kulit buku, Kuda Besi terdiri atas bagian
muka yang tersusun atas: (1) pilihan judul, (2) pilihan ilustrasi, dan (3)
pilihan warna. Adapun pada aspek isi
buku, terdiri atas kelengkapan bagian-bagian buku yang meliputi: (1) halaman
hak cipta, (2) prakata, (3) daftar isi, (4) kumpulan dongeng, dan (5) biodata
penulis.
Dilihat dari
aspek kulit buku, sebenarnya saya kurang berterima dengan pilihan judul yang
merupakan akronim dari “Kumpulan Dongeng dan Fantasi Anak bersama Birokreasi”,
lalu kita sebut dengan Kuda Besi. Sebenarnya kalau dianalisis berdasarkan keefektifan
diksi, ada dua kata yang yang memiliki makna yang hampir sama yakni kata
dongeng dan fantasi. Menurut Nurgiyantoro (2005), dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar
terjadi dan dalam banyak hal sering disebut tidak masuk akal, dongeng juga disebut
sebagai cerita fantasi karena terkesan aneh dan tidak dapat diterima oleh
logika. Artinya, kata fantasi yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti khayalan, sebenarnya sudah ter-cover pada kata dongeng. Adapun bagian kulit buku yang lain, yakni
ilustrasi dan warna bisa dilihat dari dua sudut pandang: (1) apakah cover sudah melukiskan isi buku, juga dibubuhi
warna yang tepat dan menarik bagi anak-anak? atau (2) apakah cover hanya bertujuan untuk memikat
perhatian dengan mengambil salah satu bagian dalam isi buku? Sepertinya Kuda
Besi menggunakan sudut pandang pertama, yang mana cover menggunakan ilustrasi yang sedikit abstrak dan bertujuan
untuk memberikan imajinasi mengenai isi buku secara umum dengan dipadukan
pilihan warna yang cenderung lembut.
Dilihat dari aspek isi buku, secara umum Kuda Besi
disusun selayaknya buku kumpulan cerpen yang sudah beredar di toko-toko buku. Hal
yang istimewa tentu saja ada bagian “Cuap-Cuap Redaksi” yang merupakan kata lain dari prakata,
sukses ditulis dengan apik oleh Birokreasi selaku penyusun buku tersebut.
Kenapa? Karena justru “asal-muasal” lahirnya buku inilah yang menjadi sumber
ketertarikan saya untuk membeli buku ini. Saya membayangkan orang-orang yang
terjebak di balik meja kerjanya tapi masih memiliki semangat untuk berkarya,
lalu buku inilah buktinya. Lebih mengharukan lagi ketika saya tahu bahwa
keuntungan dari penjualan buku ini digunakan untuk menyumbang sebuah panti
asuhan, sebuah tujuan yang mulia. Namun, muncul pertanyaan: “Apakah buku ini
mampu memuaskan pembacanya, atau hanya sekadar ‘seperti penggugur niat’
menyumbang di panti asuhan?” sayangnya, keistimewaan prakata itu tidak terlihat
pada halaman depan maupun belakang kulit buku. Saya membayangkan bila bagian
belakang buku Kuda Besi terdapat sedikit penjelasan tentang asal-muasal buku
ini, tentu ketika buku ini masuk dalam deretan buku di toko-toko akan menjadi
sebuah daya tarik tersendiri.
Kuda Besi untuk Suplemen Pelajaran, Mungkinkah?
Berbicara tentang buku, tak pernah lepas dari pendidikan.
Apalagi buku kumpulan dongeng, tentu tak lepas dari anak-anak, dan anak-anak
juga tak jauh-jauh dari pendidikan. Terkait
dengan buku bacaan dan buku pelajaran, rupanya di lapangan pernah terjadi
beberapa kasus yang berhubungan dengan kelayakan buku pelajaran. Hal ini
dilansir oleh Mendikbud pada tanggal 17 Juli 2013 tentang beredarnya buku yang
mengandung materi pornografi di SDN Polisi 4 dan SDN Gunung Gede Kota Bogor.
Buku yang dimaksud berjudul “Aku Senang Belajar Bahasa Indonesia” untuk kelas
IV SD terbitan CV Graphia Buana. Buku tersebut diedarkan oleh pihak swasta
tanpa memperhatikan kelayakan penyusunan buku pelajaran (Kemendikbud 2013). Ketidaklayakan buku pelajaran
yang beredar di sekolah itulah yang membuat kita harus hati-hati dalam memilih
buku bacaan untuk anak-anak.
Ketika berbicara tentang pendidikan, sebenarnya tak
mungkin lepas dari kurikulum. Pergantian kurikulum dari Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 tentu memberikan pergesaran
pandangan. Pada Kurikulum 2013 muncul istilah tematik-integratif bagi siswa SD.
Tematik-integratif sebenarnya bermula dari teori CLIL (Content Language Integrated Learning) yang sebenarnya sudah
berkembang di negara-negara maju sejak puluhan tahun yang lalu. Pada dasarnya,
menurut Coyle (2006) CLIL terdiri atas aspek 4C, yakni content, communication, cognition, culture (community/citizenship).
Pada Kurikulum 2013, buku nonteks sebagai suplemen mata
pelajaran sangat dibutuhkan. Sebenarnya dalam, hal ini Kuda Besi sangat
berpotensi sebagai buku nonteks atau buku yang tidak disusun berdasarkan
kurikulum. Kelayakan Kuda Besi sebagai suplemen mata pelajaran khususnya mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dilihat dari empat aspek: (1) isi,
(2) penyajian, (3) bahasa dan keterbacaan, serta (4) grafika.
Dilihat dari aspek isi, hal yang paling penting adalah
materi yang disajikan dapat menunjang terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
Dilihat dari isinya, Kuda Besi yang terdiri atas 12 dongeng yakni : (1) Maestro
Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput, (2) Cita-Cita si Peri Kecil, (3) Kisah
Sepotong Roti, (4) Dongeng Empat Saudara, (5) Kimuzu yang Pemarah, (6) Ranting
Penyihir, (7) Fahrel si Semut Congkak, (8) Nula dan Peri Kue, (9) Si Putih dan
Wortel Impian, (10) Puteri Angsa Putih, (11) Desas-desus si Buaya, dan (12)
Otak Cemerlang Piliang; yang merupakan dongeng-dongeng pilihan memang layak
sebab dari kedua belas dongeng tersebut saya melihat adanya usaha dalam
membentuk karakter anak-anak melalui pesan maupun karakter tokoh dalam dongeng.
CLIL sebagai muatan pada dongeng memberikan kesempatan
pada penulis dongeng untuk mengaitkan imajinasi dengan ilmu pengetahuan.
Contohnya pada dongeng Maestro Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput, di sana
ada sedikit pengenalan mengenai istilah benda-benda yang ada di gua, misalnya:
stalagtit. Selain itu, pada dongeng Fahrel si Semut Congkak juga dijelaskan
bahwa zat senyawa kimia yang dikeluarkan semut
ketika menemukan makanan dapat dijadikan jejak pada semut-semut yang
lain. Sayangnya dalam dongeng tersebut tidak ada penjelasan yang lebih detail
sehingga pembaca hanya sebatas mengetahui istilahnya saja tanpa muatan
pengetahuan yang lebih detail.
Dilihat dari muatan pembentukan karakter yang terkait
dengan salah satu aspek 4C yakni culture, Dongeng Ranting Penyihir karya
Wahyu Widyaningrum yang mendapat predikat sebagai juara pertama saya rasa
memiliki kelayakan yang mamadai, bahkan saya sempat menitikkan air mata. Selayaknya
yang sudah dilakukan oleh Walt Disney dalam
mengonstruksi cerita fantasi seperti Frozen
atau How to Train Dragon memiliki
karakteristik yang berbeda dengan dongeng-dongeng Disney sebelumnya. Dongeng
masa lalu cenderung bercerita tentang cinta-cintaan, serta dilakukan di istana
sentris. Adapun aspek yang ditonjolkan tidak jauh-jauh dari kawin paksa. Hal
itulah yang diduga sebagai salah satu faktor pemicu para gadis untuk “kabur” dari
rumah dengan pasangannya. Rekonstruksi dongeng yang mengarahkan anak-anak untuk
membangun cinta dengan sudut pandang yang luas, seperti cinta pada orang tua
sudah dilakukan oleh dongeng-dongeng pilihan Kuda Besi, khususnya Ranting
Penyihir.
Ranting Penyihir menceritakan tentang seorang anak bernama
Bogozi yang tidak bisa membeli mainan bernama “ranting penyihir” karena orang
tuanya tidak mampu, sungguh menyentuh hati saya. Dongeng ini menggugah mata
hati pembaca bahwa kasih sayang bisa dilakukan oleh siapa pun, tak terkecuali
oleh seorang anak pada orang tuanya. Kesabaran, sikap maklum, dan kerelaan hati
Bogozi-lah yang mampu memberikan pesan terpuji pada pembaca.
Sayangnya aspek culture
yang ada pada Kuda Besi hanya sebatas nilai-nilai kepribadian yang terpuji
dan belum mengarah pada nilai-nilai kearifan lokal. Sebut saja pada dongeng
“Kimuzu yang Pemarah”, di sana diceritakan seorang putri bernama Kimuzu yang
tinggal di kastil. Juga pada dongeng-dongeng lain yang tidak mengusung tema
nusantara. Sebenarnya hal ini tidak buruk karena bisa memberikan wawasan lain
pada anak, hanya saja keberimbangan pengenalan budaya lokal dan internasional
itulah yang masih perlu dipertimbangkan.
Dilihat dari aspek penyajian, materi
di dalam buku pengayaan kepribadian (Kuda Besi) harus
dapat menumbuhkan motivasi untuk mengetahui lebih jauh. Penyajian materi harus
mendorong pembaca untuk terus mencari tahu lebih mendalam tentang sebuah materi.
Selain itu, materi yang disajikan hendaknya dapat mengembangkan kecakapan
emosional, sosial, dan spiritual pembaca (Puskurbuk 2008:61-63). Dalam salah satu Dongeng yakni Kisah Sepotong Roti karya
Angelina Enny memiliki alur cerita yang menarik karena menceritakan perjalanan
sepotong roti yang bermula dari rasa penasarannya melihat dunia luar. Sepotong
roti yang memiliki pengalaman bertualang dari toko roti sampai pada pertemuan
roti itu dengan sepotong pukis yang baru saja dibuang. Roti bisa merasakan
bagaimana perasaan Pukis yang dibuang, tentu kemudian Roti melakukan refleksi
diri. Sesungguhnya sang Roti telah dibuat untuk seorang nenek, dan Roti pun
menyadari, meskipun wajahnya tak terlalu elok tapi ia pasti berguna bagi sang
nenek. Penyajian materi dengan alur yang apik itulah yang berpotensi untuk menimbulkan
rasa penasaran bagi pembaca hingga akhirnya mampu mengapresiasi dongeng
tersebut.
Aspek yang ketiga yakni bahasa dan keterbacaan.
Sebenarnya untuk memberikan penilaian mengenai ketepatan bahasa sangat erat
kaitannya dengan sasaran pembaca. Namun, bila dilihat dari penggunaan istilah
(diksi) dan kekompleksan kalimatnya, saya menyimpulkan bahwa Kuda Besi
diperuntukan untuk anak-anak pada jejang kelas SD kelas tinggi, yakni kelas 4,
5, dan 6. Kalimat yang digunakan yang tidak hanya kalimat tunggal, melainkan
juga kalimat majemuk setara, serta pilihan kata seperti maestro, orkestra pada
dongeng “Maestro Kodok: Pemimpin Orkestra Padang Rumput”, serta pilihan
istilah: zat senyawa kimia pada dongeng Fahrel si Semut Congkak membuat saya
yakin bahwa Kuda Besi tidak diperuntukkan untuk anak-anak pada usia kelas
rendah.
Aspek yang terakhir yakni grafika. Pada aspek ini ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya ukuran
buku, dan desain isi buku. Ukuran buku Kuda Besi yang
sama dengan ukuran novel pada umumnya (tidak dijelaskan ukuran buku pada
halaman hak cipta). Hal itu sesui dengan pendapat Sitepu
(2012), bahwa buku untuk anak usia SD kelas tinggi dapat
juga berukuran A5, atau kira-kira sama dengan ukuran novel. Selain ukuran buku,
sebenarnya jenis kertas juga menentukan kelayakan grafika. Dalam hal ini,
pilihan jenis kertas yang relatif ringan dengan warna yang tidak mencolok, saya
rasa cukup memudahkan pembaca dalam membaca.
Pada subaspek desain isi buku hendaknya
memenuhi beberapa indikator, yaitu pencerminan isi buku, keharmonisan tata
letak, kelengkapan tata letak, daya pemahaman tata letak, tipografi isi buku,
serta ilustrasi isi. Hal itu tentu tak jauh-jauh
dari pilhan ukuran huruf, jenis huruf, spasi, ilustrasi, sampai pada tata
letak. Kuda Besi yang menggunakan jenis huruf Times New Roman, ukuran huruf
yang lebih dari 12 (kira-kira, karena tidak ada keterangannya pada buku), serta
spasi ganda, juga margins yang tidak
terlalu rapat saya rasa layak dan mudah untuk dibaca anak-anak.
Lalu bagaimana dengan ilustrasi? Ilustrasi tentu sangat
penting untuk menumbuhkan imajinasi anak-anak. Sayangnya hal ini belum terlalu
tampak pada buku Kuda Besi. Satu dongeng yang diberikan sekitar dua ilustrasi
gambar dengan warna hitam-putih, saya rasa tidak cukup menarik untuk anak-anak terutama
dalam memantik imajinasinya.
Secara umum, buku Kuda Besi sudah sangat baik dalam hal
mengarahkan anak-anak untuk berimajinasi dari segi isi, tema, dan alur cerita.
Banyak sekali pelajaran moral yang bisa dipetik dari setiap cerita di sini. Sayangnya
setiap akhir dongeng tidak disertai subbab untuk “halaman refleksi anak-anak”,
atau sekadar penjelasan singkat tentang nilai moral dongeng. Kuda Besi cocok
dibaca untuk anak setara SD kelas tinggi atau berkisar antara 8-12 tahun. Tidak
hanya langsung dibaca oleh anak-anak, orang tua yang memiliki anak-pun bisa menggunakan
Kuda Besi sebagai referensi dalam me-ninabobo-kan anak-anaknya.
Tidak hanya sekadar “penggugur niat” karena keuntungan
Kuda Besi digunakan untuk menyumbang di panti asuhan, tapi Kuda Besi rupanya
mampu memanjakan imajinasi saya. Tidak banyak lagi orang yang peduli bahwa
imajinasi mampu membentuk moral bangsa serta memantik rasa ingin tahu. Kuda
Besi cocok untuk anak-anak. Kuda Besi untuk pendidikan, selamat!
(Meina Febri)
Kamu bisa membeli Kuda Besi di http://www.birokreasi.com/shop/
Ceritanya ini foto selfie |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar