Sabtu, 25 Agustus 2012

Egois atau Realistis?


Source

Beda Egois dan Realistis?

Sadar atau tidak, makin tua manusia makin egois, entahlah apa itu hanya perasaanku saja. Aku pun tak begitu paham apa beda antara realistis dan egois. Setahuku egois itu mementingkan diri sendiri, sedangkan realistis adalah bersifat nyata, misalnya dengan mengambil keputusan yang tidak merugikan diri sendiri. Mungkin terlihat sangat bodoh, yaaa aku begitu paham perbedaan di antara keduanya.
Dulu ketika aku duduk di bangku Taman Kanak-Kanak guru TK ku berkata bahwa, jika ada pengemis minta-minta maka berilah ia uang. Selanjutnya, waktu aku naik ke Sekolah Dasar, guru SD ku berkata bahwa jika kamu naik bus dan ternyata ada orang tua, wanita hamil, atau anak kecil yang tidak mendapat tempat duduk maka berikanlah tempat duduk. Rupanya doktrin kebaikan-kebaikan itu masih melekat kuat di pikiranku sampai aku duduk di bangku SMA. Dulu ketika aku naik bus, aku selalu memberikan tempat dudukku pada ibu-ibu, anak kecil atau siapa pun yang terlihat lebih lemah dari aku, dan apa yang aku rasakan? Semua terasa baik-baik saja, apalagi ketika mereka bilang, “Makasih mbak.” Wuiiih rasanyaaaa ada kebanggaan tersendiri. Apalagi ketika ada pengemis, pasti aku kasih duit. Tapi, seringkali ada berita di TV bahwa beberapa pengemis adalah oknum bahkan aslinya mereka kaya raya. Hmm. . .sekarang pikir-pikir dulu deh kalau mau ngasih.

Ketika Semua Itu Mulai Luntur
Aku sangat merasakan bahwa makin tua kita makin menimbang antara untung dan rugi. Jika kita berbuat ini, apa akibatnya bagi kita? Apa untungnya untuk kita? Apa ruginya untuk kita. Kebanyakan mikir, kebanyakan teori malah membuat kita nggak segera bertindak.
Aku adalah orang yang sangat sering naik bus kota, berdiri selama 1-2 jam di bus karena tak dapat tempat duduk pun sudah sering aku rasakan. Bahkan kadang berpikir ketika aku membawa banyak barang bawaan dan aku tak mendapat tempat duduk, kenapa lelaki kekar itu tak memberikan tempat duduk untukku? Padahal secara logika dia akan lebih kuat berdiri daripada aku. Apakah semua orang egois? Setelah itu, aku pun terbiasa berdiri di dalam bus jika tak mendapat tempat duduk, aku telah terbiasa, tak merasa sengsara dan menganggap bahwa ini adalah resiko naik bus kota.
Pemikiran “berdiri di dalam bus adalah hal yang biasa” ternyata mulai melekat di pikiranku. Apalagi ketika aku naik bus yang menempuh jarak jauh, berdiri adalah hal yang menyebalkan. Rupanya itulah yang menjadi inti kegalauan dalam benakku. Di satu sisi aku berpikir bahwa “aku akan menempuh jarak jauh, dan akan sangat capai jika aku memberikan tempat dudukku pada orang lain, sedangkan ketika aku tak mendapat tempat duduk, mereka pun tak memberikan tempat duduk bagiku tapi aku merasa baik-baik saja.” Aku pun menjadi orang yang sangat jarang memberikan tempat dudukku pada orang lain.
Kejadian dua hari yang lalu, saat aku naik bus kota tatkala arus mudik tiba. Momen mendapat tempat duduk pun menjadi hal yang cukup susah apalagi harus menunggu bus selama satu jam di terminal. Hingga akhirnya seorang wanita hamil naik di bus kami, kurang lebih setelah aku menempuh perjalanan selama 10 menit. Dia tak mendapat tempat duduk dan dia berdiri di depanku. Saat itu pengamen-pengamen sedang mendendangkan lagunya yang cukup memekakkan telinga, penumpang yang lain pun berjejal, sungguh sangat tak kondusif.
Galau dan galau hanya itu yang ada di pikiranku, saat aku mencoba berpikir realistis bagi diriku sendiri. Perjalanan menuju rumahku masih 45 menit, dan seharian tadi aku sangat lelah, aku butuh tempat duduk. Aku pun teringat ucapan temanku bahwa banyak sekali copet di dalam bus, apalagi kalau kita berdiri akan lebih rawan dan bisa jadi sasaran empuk bagi pencopet. Aku pun memandang wanita hamil itu. Wajahnya sengak, mahal senyum bahkan pada suaminya pun dia memasang wajah cemberut. Iiish, apaan sih itu kan bukan urusanku. Aaah tapi kasihan juga, sepertinya dia sedang hamil 7 bulan, perutnya sudah cukup besar. Eiiits kenapa tidak bapak di sampingku atau mas-mas di depanku saja yang harus mengalah, mereka kan lebih kuat, atau jangan-jangan mereka juga berpikir sama sepertiku? Aaaaaaah! Baiklah aku akan memberikan tempat dudukku tapi setelah pengamen itu pergi karena aku sangat tidak suka didesak-desak oleh pengamen di atas bus. Daaan ternyata beberapa detik kemudian seorang lelaki di depanku memberikan tempat duduk pada wanita hamil itu, Alhamdulillah.
Kok Alhamdulillah? Bukankah kamu baru saja kehilangan satu kali kesempatan untuk beramal? Bukankah berarti kamu kalah cepat? Bukankah kamu baru saja berpikir realistis? Atau kamu adalah orang yang egois?
Tatkala hidup hanya menimbang untung dan rugi, apakah itu realistis? Makin tua makin egois atau realistis? Padahal sejatinya setiap hal yang dilakukan dengan ikhlas pastinya akan berbuah manis. Jika hanya berpikir untung dan rugi saja untuk urusan duniawi berarti kita telah lupa bahwa Tuhan Maha Melihat dan Maha Tahu. Aaaaah. . .aku masih belum menemukan jawabannya.

5 komentar:

  1. Manusia memiliki batasan, kadang kita memang tak bertindak seperti keinginan nurani kita dan itu menimbulkan penyesalan. mengikuti hati nurani kadang memang berat, apalagi ketika itu berhadapan dengan "otak" kita. dulu guru biologi ku SMP pernah bilang "jika kita melakukan hal yang tidak sesuai dengan nurani kita, hati kecil kita pasti berteriak, ada yang mengganjal disitu." Para penjahat pun seperti itu, mereka punya nurani, tapi ntah apa keinginan otak mereka lebih berkuasa atau tidak. Sekarang tinggal bagaimana kita memilih. Ketika kita masih anak-anak pemikiran kita sederhana, penuh impian tidak sekotor, sepicik pikiran orang dewasa. Untuk itulah peterpan takut menjadi dewasa, pemikiran yang dewasa mungkin bijaksana, tapi pikiran anak-anak jauh lebih bersih.

    BalasHapus
  2. Ketika perjalanan mudik kmrn q jg mngalami hal yg hmpir sama. Naik bus, berdesak2an. Setelah 2 dari 4 jam perjalanan q, akhirnya q dpt tempat duduk. tak berapa lama, naik lah seorang ibu menggendong balita yg sdg menangis, terlihat begitu repot ketika hrs menenangkan balitanya seraya sesekali membetulkan tasnya di bahu. Haruskah q berikan tempat duduk q ini, sedangkan q br mnikmatinya sesaat? sedangkan q msh separuh jalan? sedangkan q amat lelah? Yap, q putuskan utk memberikan tempat duduk q kpd ibu dan balitanya itu. Huft, berdiri lagi, berdesak2an lagi, tambah capek. Q sebel bgd krn kernet bus itu mndesak2 penumpang utk smakin merapat, utk bs diseseli olh penumpang lain. Aku semakin terhimpit penumpang lain, semakin jauh dr tas q, tas yg q letakkan d bwh bekas tempat duduk q td. Rasa was2 ada, tp bgmna lg. Tiba2 seorang gadis yg duduk di kursi tempat q bersandar menawarkan tempaat duduknya kepada q. Q bertanya2, knp dy mmberikan tmpat duduknya, pdhal q jg tak terlihat lemah, q jg tak lbh tua darinya. Oh ternyata dia ingin berdiri krn ign menemani kekasihnya yg tak kebagian tempat duduk. Hha, akhirnya bs duduk tanpa hrs merasa bersalah tak memberikan kursi q kpd ibu dan balitanya tadi.

    BalasHapus
  3. Ini tulisan bagus seandainya beberapa kalimat yang nggak perlu diedit dikit. Hayo sarjana bahasa kok suka bikin tuisan nggak terstruktur sih :P

    BalasHapus
  4. Aku sering mengalami hal kecil macam begini tapi belum pernah nyangkut di pikiran. Selamat Min, kamu memberi sedikit pemikiran padaku. Hihi.

    BalasHapus
  5. meina jahaaaaatt huuuuurrgghh!! *bandem!*

    nanti kamu akan merasakan ya neng, bahwa bukan lelah berdiri yang ibu itu pikirkan, sungguh pasti lebih dari itu, nyawa satu manusia yang Alloh titipkan ke dia..

    iya, menjadi ibu hamil lelah berdiri di bis bener2 hal yang sangat kecil, tapi kekhawatiran akan guncangan ketika dia berdiri, atau efek bagi bayinya ketika dia lelah, atau senggolan dari orang lain ke perut yang berisi bayinya itu yang ada di benak si ibu hamil..

    jadi kalo km cuma mikir sedangkal "aku kan capek" dan sebagainya... gosh.. jauuuh sekali..

    seandainya agama hanya sebatas apakah Alloh akan menghukumku atau memberiku ganjaran, kamu baru memeluk agama,agama belum memelukmu..

    lakukan bukan karena pak Ustadz pernah bilang begini dan begitu, lakukan karena memang kamu harus melakukanya.

    BalasHapus