Sabtu, 11 Agustus 2012

Jadilah Kamu yang Berjuang dalam Pilihan Hidupmu; Karena Kita Adalah Kesatria



Assalamualaikum warrahmatullahiwabarakatuh.
(edisi Ramadhan, nulis diawali dengan salam)

           
Alhamdulillahirabbil’alamin, akhirnya aku sudah melaksanakan matrikulasi sebanyak dua kali dan mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga. Besok tinggal satu kali matrikulasi, dan itu ujiaaan aaargghh. Saat ini aku menghuni kos baru, berada di kampus lama yang dibungkus dengan teman-teman baru, cukup membuat kepala ini pusing menghapal nama-nama yang masih asing terdengar di telingaku. Yah, aku memang paling lemah untuk menghapal jalan dan nama orang.
Beberapa hari ini aku disibukkan untuk menata kamar baruku. Alhamdulillah kali ini aku pindah ke tempat yang lebih layak, satu kamar berisi satu orang, kasurnya empuk, kamar mandi bersih. Tapi bukan berarti kos lama buruk, aku sangat menikmati kesederhanaan kami waktu itu, bahkan menemukan sahabat yang seperti saudara kandung bagiku, Nita, Arum, Mbak Tika, Mbak Ratih, Mba Haniek, Mbak Deni, Mbak Amel, Mbak Dewi, dan Mey. Saat ini aku juga sangat sibuk untuk mengatur jadwal buka puasa bersama (ceileh) yaaa, bagaimana pun juga silaturakhim harus selalu disambung.
Malam ini aku mendapat pesan dari sahabatku bahwa dia diterima beasiswa pascasarjana di UGM, waooow, amazing! Bikin iri kuadraaat, kuadraaat. Tapiii, iri itu bukan iri yang negatif, tapi iri yang harus membuat diri kita selalu berefleksi bahwa setiap pilihan itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Yah, kemarin waktu aku salat tarawih, sempat kepikiran (Kelihatan banget nggak khusyuk yah haha) kenapa waktu itu nggak ambil ilmu susastra UGM aja, kenapa bela-belain istiqomah dijalur pendidikan. Oh my god, lagi-lagi soal idealisme, ternyata idealismeku mengalahkan segala logika yang ada. Jalan satu-satunya adalah aku harus berdiri tegap dan menghadapi segala resiko atas pilihanku ini.
Berbicara soal matrikulasi, aku mendapatkan teman-teman yang baru. Kami berada di rombel 1 dan terdiri atas 14 orang, tentu saja aku yang paling muda. Rata-rata teman-teman baruku sudah bekerja sebagai guru bahkan ada yang sudah menjadi dosen. Mulanya sih minder, apalagi ketika matrikulasi tentang problematika pendidikan. Pendapat dan pengalaman mereka tentang dunia pendidikan memang jauh lebih dari aku, maklum baru pernah mengajar selama tiga bulan itu saja sebagai guru praktikan. Tapi, lagi-lagi ketidaksempurnaan itulah yang seharusnya menjadi cambuk menuju kesempurnaan, right? Kita kan belajar untuk cari ilmu, bukan untuk mengalahkan satu sama lain, jika kamu menjadi yang terbaik ya berarti kamu memang pantas mendapatkan itu, bukan berarti kamu harus membuat orang lain selalu merasa kalah, get the point?
Matrikulasi oh matrikulasi, yang cuma tiga kali pertemuan itu tapi cukup membuat pantat keriting. Gimana nggak? Kami dicekoki pelajaran dari pukul 07.30 sampai 16.30 dan cuma break satu jam (bahkan kurang), wuiiih. Tapi nggak apa-apa namanya juga belajar, pasti butuh pengorbanan. Btw, aku mendapatkan teman yang sangat luar biasa bagiku, namanya Mbak Ruti. Awal mula bertemu perempuan luar biasa itu, tentu saja ketika kami melaksanakan tek masuk kampus. Perawakannya gempal, kulitnya putih, rambutnya pendek, berkacamata tebal, dan senyumnya yang ramah selalu menghiasi wajahnya. Dari auranya sudah terasa bahwa ia adalah pribadi yang lemah lembut dan teduh.
Kekagumanku pada Mbak Ruti, bukan karena auranya saja tapi ketika aku tahu bahwa dia adalah guru di salah satu SLB. Ketika profesor kami bertanya kenapa dia tertarik untuk menjadi guru SLB? Dia pun menjawab dengan gaya lemah lembutnya.
“Karena saya dulu pernah buta, saya jadi menguasai huruf braille jadi saya bisa mengajari mereka, tapi selain mengajari anak yang cacat fisik saya juga mengajar anak cacat mental.”
“Kenapa dulu kamu bisa buta?”
“Saya pernah mengalami kecelakaan ketika usia 10, ada syaraf saya yang bermasalah hingga membuat saya buta total, tapi saya yakin bahwa saya bisa sembuh, saya menjalani pengobatan dan akhirnya saya pun bisa melihat tapi mata kanan saya masih buta, mata kiri pun tak bisa melihat dengan sempurna.”
“Lalu bagaimana kamu bisa mengikuti kuliah?”
“Saya bisa melihat benda yang berada tegak lurus di depan saya prof.”
“Kamu, betul sekali, kita memang harus memercayai bahwa segala yang kita yakini itu benar.”

Mbak Ruti adalah lulusan Ilmu Sastra Undip, dan kini melanjutkan S-2 di Pendidikan Unnes. Bagaimana bisa orang yang memiliki “keistimewaan” saja bisa sesemangat itu dalam mencari ilmu. Kenapa kita tidak?
Kamu telah mengajariku banyak hal Mbak,

Bukan lewat tulisan,
Bukan lewat ucapan,
Bukan juga kesombongan,
Tapi dengan kesahajaan dalam menjalani hidup,
Tentang perjuangan,
Tentang keyakinan,
Tentang semangat,
Tentang cita-cita.
Bukan, bukan dari bualan,
tapi dari teladanmu.

Jadilah pribadi yang kesatria, yang rela menanggung resiko dengan wajah senyum dan badan tegap. Jadilah kamu yang berjuang dalam pilihan hidupmu.

Wassalamualaikum warrahmatullahiwabarakatuh.

10 Agustus 2012
Griya Kusuma, Patemon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar