Assalamualaikum
warrahmatullahiwabarakatuh.
(edisi Ramadhan, nulis diawali dengan salam)
Alhamdulillahirabbil’alamin,
akhirnya aku sudah melaksanakan matrikulasi sebanyak dua kali dan mendapatkan
banyak sekali pelajaran berharga. Besok tinggal satu kali matrikulasi, dan itu
ujiaaan aaargghh. Saat ini aku
menghuni kos baru, berada di kampus lama yang dibungkus dengan teman-teman
baru, cukup membuat kepala ini pusing menghapal nama-nama yang masih asing
terdengar di telingaku. Yah, aku memang paling lemah untuk menghapal jalan dan
nama orang.
Beberapa hari ini aku disibukkan untuk menata
kamar baruku. Alhamdulillah kali ini aku pindah ke tempat yang lebih layak,
satu kamar berisi satu orang, kasurnya empuk, kamar mandi bersih. Tapi bukan
berarti kos lama buruk, aku sangat menikmati kesederhanaan kami waktu itu,
bahkan menemukan sahabat yang seperti saudara kandung bagiku, Nita, Arum, Mbak
Tika, Mbak Ratih, Mba Haniek, Mbak Deni, Mbak Amel, Mbak Dewi, dan Mey. Saat
ini aku juga sangat sibuk untuk mengatur jadwal buka puasa bersama (ceileh) yaaa, bagaimana pun juga
silaturakhim harus selalu disambung.
Malam ini aku mendapat pesan dari sahabatku bahwa
dia diterima beasiswa pascasarjana di UGM, waooow,
amazing! Bikin iri kuadraaat, kuadraaat. Tapiii, iri itu bukan iri yang
negatif, tapi iri yang harus membuat diri kita selalu berefleksi bahwa setiap
pilihan itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Yah, kemarin waktu aku salat
tarawih, sempat kepikiran (Kelihatan banget nggak khusyuk yah haha) kenapa
waktu itu nggak ambil ilmu susastra UGM aja, kenapa bela-belain istiqomah dijalur pendidikan. Oh my god, lagi-lagi soal idealisme,
ternyata idealismeku mengalahkan segala logika yang ada. Jalan satu-satunya
adalah aku harus berdiri tegap dan menghadapi segala resiko atas pilihanku ini.
Berbicara soal matrikulasi, aku mendapatkan
teman-teman yang baru. Kami berada di rombel 1 dan terdiri atas 14 orang, tentu
saja aku yang paling muda. Rata-rata teman-teman baruku sudah bekerja sebagai
guru bahkan ada yang sudah menjadi dosen. Mulanya sih minder, apalagi ketika
matrikulasi tentang problematika pendidikan. Pendapat dan pengalaman mereka
tentang dunia pendidikan memang jauh lebih dari aku, maklum baru pernah
mengajar selama tiga bulan itu saja sebagai guru praktikan. Tapi, lagi-lagi
ketidaksempurnaan itulah yang seharusnya menjadi cambuk menuju kesempurnaan, right? Kita kan belajar untuk cari ilmu,
bukan untuk mengalahkan satu sama lain, jika kamu menjadi yang terbaik ya
berarti kamu memang pantas mendapatkan itu, bukan berarti kamu harus membuat
orang lain selalu merasa kalah, get the
point?
Matrikulasi oh matrikulasi, yang cuma tiga kali
pertemuan itu tapi cukup membuat pantat keriting. Gimana nggak? Kami dicekoki
pelajaran dari pukul 07.30 sampai 16.30 dan cuma break satu jam (bahkan kurang), wuiiih. Tapi nggak apa-apa namanya
juga belajar, pasti butuh pengorbanan. Btw,
aku mendapatkan teman yang sangat luar biasa bagiku, namanya Mbak Ruti. Awal
mula bertemu perempuan luar biasa itu, tentu saja ketika kami melaksanakan tek
masuk kampus. Perawakannya gempal, kulitnya putih, rambutnya pendek,
berkacamata tebal, dan senyumnya yang ramah selalu menghiasi wajahnya. Dari
auranya sudah terasa bahwa ia adalah pribadi yang lemah lembut dan teduh.
Kekagumanku pada Mbak Ruti, bukan karena auranya
saja tapi ketika aku tahu bahwa dia adalah guru di salah satu SLB. Ketika profesor
kami bertanya kenapa dia tertarik untuk menjadi guru SLB? Dia pun menjawab
dengan gaya lemah lembutnya.
“Karena saya dulu pernah buta, saya jadi menguasai
huruf braille jadi saya bisa
mengajari mereka, tapi selain mengajari anak yang cacat fisik saya juga
mengajar anak cacat mental.”
“Kenapa dulu kamu bisa buta?”
“Saya pernah mengalami kecelakaan ketika usia 10,
ada syaraf saya yang bermasalah hingga membuat saya buta total, tapi saya yakin
bahwa saya bisa sembuh, saya menjalani pengobatan dan akhirnya saya pun bisa
melihat tapi mata kanan saya masih buta, mata kiri pun tak bisa melihat dengan
sempurna.”
“Lalu bagaimana kamu bisa mengikuti kuliah?”
“Saya bisa melihat benda yang berada tegak lurus
di depan saya prof.”
“Kamu, betul sekali, kita memang harus memercayai
bahwa segala yang kita yakini itu benar.”
Mbak Ruti adalah lulusan Ilmu Sastra Undip, dan
kini melanjutkan S-2 di Pendidikan Unnes. Bagaimana bisa orang yang memiliki
“keistimewaan” saja bisa sesemangat itu dalam mencari ilmu. Kenapa kita tidak?
Kamu telah mengajariku banyak hal Mbak,
Bukan lewat
tulisan,
Bukan lewat
ucapan,
Bukan juga
kesombongan,
Tapi dengan
kesahajaan dalam menjalani hidup,
Tentang
perjuangan,
Tentang
keyakinan,
Tentang
semangat,
Tentang
cita-cita.
Bukan, bukan
dari bualan,
tapi dari
teladanmu.
Jadilah pribadi yang kesatria, yang rela menanggung resiko dengan
wajah senyum dan badan tegap. Jadilah kamu yang berjuang dalam pilihan hidupmu.
Wassalamualaikum
warrahmatullahiwabarakatuh.
10 Agustus 2012
Griya Kusuma, Patemon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar