Kamis, 30 Mei 2013

How to be An Inspiring Teacher?


Ibarat seorang petani yang menyebarkan benih, kelak benih itu akan menjadi pohon, lalu pohon itu juga menghasilkan benih, lalu benih itu tumbuh lagi menjadi pohon yang juga menghasilkan benih. Begitu pula halnya dengan menyebarkan ilmu.
Alhamdulillahirabbil’alamin Ya Rabb yang telah memberikan kesempatan kepadaku untuk mewujudkan cita-citaku menjadi seorang guru. Terima kasih tak terhingga untuk gurunda yang telah memberikan inspirasi luar biasa, gurunda yang pernah mengajariku dari aku duduk di bangku kanak-kanak hingga berada di bangku kuliah pascasarjana. Sesungguhnya suara kalian yang telah membisik lembut di telingaku, keihklasan kalian yang telah membuatku semakin mantap melangkahkan kaki dan mengabdi di dunia pendidikan.
Semenjak aku duduk di bangku taman kanak-kanak, aku sering diajak ibuku ke sekolah. Ya, ibuku adalah guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP. Semenjak 1981 beliau mengajar sampai saat ini, beliau  tak pernah membawa kendaraan ke sekolah. Ibu selalu berjalan kaki ke sekolah karena jarak sekolah dan rumah memang cukup dekat.  Memang dekat, tapi apakah ibu tak punya keinginan untuk mengendarai mobil atau sekadar sepeda motor matic ketika berangkat ke sekolah? Apakah ibu tak iri dengan para pengendara? Atau tak bosan berjalan kaki? Apakah ibu tak punya keinginan untuk sesekali mencicipi kendaraan pribadi ketika berangkat bekerja? Ah sudahlah, 32 tahun yang lamanya sama dengan kekuasaan Presiden Soeharto itu mungkin perjalanan yang tak cukup panjang untuk menikmati dinamika menjadi seorang guru. Bahwa soal tunggangan atau sekadar gengsi bukanlah menjadi hal yang didewakan ibu. Yang aku tahu, ibu hanya punya sebuah tas yang sering beliau bawa kemana-mana, ya untuk mengajar atau untuk kegiatan apa saja. “Ibu, sudah seharusnya Ibu menikmati hari tua dan bersenang-senanglah untuk dirimu.”
Sungguh tak ada gambaran lain selain menjadi guru, apalagi semenjak kecil aku sangat akrab dengan lingkungan sekolah tempat ibuku mengajar. Apakah ibu menyadari bahwa engkaulah inspirasi terhebat bagiku untuk menjadi seorang guru, inspirasi bagiku untuk mendalami bahasa dan sastra Indonesia. Sampai kapan pun, engkaulah guru terbaik bagiku.  
Ibu, aku ingin bercerita bahwa aku sangat menikmati hari-hariku menjadi seorang guru. Katamu, jadilah guru yang tidak hanya mengajar tapi juga mendidik. Oleh karena itu, kau bilang bahwa guru adalah pendidik. Pendidikan adalah sebuah pembiasaan, perubahan perilaku yang tadinya buruk menjadi baik, perubahan dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Dari situlah aku menyadari bahwa menjadi guru bukanlah tugas yang ringan. Aku malu Bu, malu bila “sok-sokan” mengajari yang baik padahal dirinya belum menjadi orang yang baik. aku malu Bu, kalau “sok-sokan” mengajar tapi ternyata yang diajarkan adalah hal yang salah.
Entahlah, tapi aku sangat yakin bahwa menjadi guru adalah sebuah pekerjaan yang memberikan aset dunia dan akhirat. Aku pernah membaca sebuah artikel bahwa ketika kita hanya mengejar urusan duniawi maka kita akan selalu disibukkan oleh urusan duniawi yang tiada habisnya, hanya lelah yang didapat. Aku juga pernah membaca hadits yang kurang lebih berisi; kalau kita ingin mendapatkan dunia pelajari ilmunya, kalau kita ingin mendapatkan akhirat pelajari ilmunya, kalau ingin mendapatkan keduanya pelajari pula ilmunya. Alangkah indah bila benih ilmu yang kita tanam bisa menjadi bekal bagi diri dan juga orang lain, subhanallah.
Pernah juga kudengar bisik mereka tentang guru, mereka bilang, “Mau-maunya jadi guru, gajinya kan sedikit.” Bagaimana Bu? tapi paradigmaku saat ini “yang penting berkecukupan”, pekerjaan dan tugas yang begitu banyak dan penghasilan yang lebih sedikit dari timbangan beban kerja, mungkin bisa saja disebut sebagai “kerja berkah”, wallahua’lam. Nyatanya ibu bertahan menjadi guru selama 32 tahun, dan kita tak mati kelaparan.
Sebelum mengajar aku selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ya, aku harus memberikan yang terbaik untuk murid-muridku. Bagiku, pendidikan tidak hanya transfer of knowledge, apalah arti seseorang yang cerdas bila dia tak punya moral yang baik, oleh karena itu juga dibutuhkan transfer of value. Menjadi orang yang tahu saja tidak cukup, jadilah pendidikan juga sebagai sarana transfer of thinking and transfer of methods, mereka juga harus bisa berpikir dan menemukan sendiri jalan hidupnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran, guru tak hanya menyampaikan materi melulu tanpa disisipi motivasi. Contohnya pada materi “Menulis Karya Ilmiah”, apalah guna mengetahui teori melulu tanpa punya hasrat menulis; nah lo?
Setiap mengajar, tak jarang aku menyisipkan humor-humor atau cerita motivasi yang mampu menginspirasi. Itulah yang membuat aku semakin sadar bahwa guru harus selalu haus informasi. Ibarat teko yang mengaliri cangkir, bila teko tak lagi mendapat asupan air, dari mana ia bisa mengaliri cangkir?
Pada materi “Menulis Karya Ilmiah” aku menegaskan bahwa kita tak hanya belajar “tentang menulis” tapi “belajar menulis”. Berilah motivasi pada murid-murid agar mereka bersemangat mendengar penjelasan guru, berilah kesempatan sebanyak-banyaknya pada mereka untuk mengeksplorasi diri. Sebenarnya banyak sekali anak yang berbakat tapi tak berkembang hanya karena mereka tak punya motivasi dan tak tahu untuk apa sebenarnya mereka berjuang mewujudkan cita-cita.





Nah, menjadi seorang guru juga tidak boleh merasa “sok paling benar” bisa saja mereka tak suka dengan cara mengajar guru. Pernah sesekali, setelah mengajar tentang pola pengembangan paragraf, aku iseng-iseng membuat pertanyaan yang aku tampilkan dalam slide lalu murid-murid menjawab pertanyaan itu di atas selembar kertas tanpa diberi nama, lalu dikumpulkan secara acak, di situlah kejujuran mereka berbicara. Sadarilah, tak pernah ada kata sempurna untuk manusia biasa, tapi setidaknya menjadi manusia yang selalu belajar dari kesalahannya sebagai sarana perbaikan diri adalah tindakan orang yang bijak. Semoga bisa membuatku terus introspeksi diri.












Kamu tahu bagaimana rasanya dirindukan oleh muridmu, saat muridmu mengirimimu SMS yang mengatakan bahwa dirinya sedih jika kamu tak datang ke kelas, atau mereka yang terlihat kecewa saat kamu bilang bahwa semester ini hampir usai, betapa bahagianya menjadi guru yang dirindukan.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar