Rabu, 21 November 2012

Pos

Aku tahu harusnya pagi ini aku tak semalas ini, tapi pesona pulau kapuk rupanya telah berhasil membuaiku. Semestinya pagi ini aku bangun cukup gasik untuk menyelesaikan koreksian ujian tengah semester yang tak kujamah selama dua pekan. Letupan kata “antimalas” seolah-olah menjadi gol bunuh diri bagiku. Seperti saat ini, harusnya aku sedang mengejar-ngejar narasumber untuk aku wawancarai tapi yang terjadi aku malah asyik bermain-main dengan imajinasiku.
Sesuatu yang kita rasakan belum pula dirasakan sama oleh orang lain. Dari dulu aku menganggap bahwa mengirim sesuatu lewat pos adalah hal yang unik, bahkan lebih dari itu, aku berani bilang bahwa itu adalah hal yang romantis. Ketika kakakku berulang tahun aku pernah mengirimkan kado untuknya lewat pos walaupun kami tinggal dalam satu rumah. Kenapa aku memilih pos? entahlah yang jelas menanti sesuatu adalah hal yang asyik dan memiliki sensasi tersendiri.
Dahulu ketika teknologi tak semaju sekarang, apa yang dilakukan oleh sepasang kekasih yang terpisahkan oleh jarak? Tatkala belum ada handphone¸social media, dan surat elektronik. Bisa jadi hati mereka selalu berdesir ketika mendengar deru sepeda motor atau sepeda onthel berwarna oranye khas milik tukang pos. Saat hidup tak semudah saat ini, saat akses tak sepraktis zaman sekarang, komitmen seseorang untuk menjalin hubungan mungkin benar-benar teruji. 
Ah, bisa kau bayangkan, saat itu mereka sengaja menggunakan kertas dan pena untuk menulis surat, bukan keyboard dan sambungan internet. Saat mereka meneliti satu per satu kata dalam suratnya, dan saat mereka dengan hati-hati menggoreskan penanya pada secarik kertas. Bukankah itu perjuangan tersendiri? Memang ketika zaman sudah berubah dan pola pikir manusia menjadi semakin praktis, ingin yang instan maka saat itulah perjuangan menjadi sesuatu yang istimewa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar