Aku tahu harusnya pagi ini aku tak semalas ini, tapi
pesona pulau kapuk rupanya telah berhasil membuaiku. Semestinya pagi ini aku
bangun cukup gasik untuk menyelesaikan koreksian ujian tengah semester yang tak
kujamah selama dua pekan. Letupan kata “antimalas” seolah-olah menjadi gol
bunuh diri bagiku. Seperti saat ini, harusnya aku sedang mengejar-ngejar narasumber
untuk aku wawancarai tapi yang terjadi aku malah asyik bermain-main dengan
imajinasiku.
Sesuatu yang kita rasakan belum pula dirasakan
sama oleh orang lain. Dari dulu aku menganggap bahwa mengirim sesuatu lewat pos
adalah hal yang unik, bahkan lebih dari itu, aku berani bilang bahwa itu adalah
hal yang romantis. Ketika kakakku berulang tahun aku pernah mengirimkan kado
untuknya lewat pos walaupun kami tinggal dalam satu rumah. Kenapa aku memilih
pos? entahlah yang jelas menanti sesuatu adalah hal yang asyik dan memiliki
sensasi tersendiri.
Dahulu ketika teknologi tak semaju sekarang, apa
yang dilakukan oleh sepasang kekasih yang terpisahkan oleh jarak? Tatkala belum
ada handphone¸social media, dan surat
elektronik. Bisa jadi hati mereka selalu berdesir ketika mendengar deru sepeda
motor atau sepeda onthel berwarna oranye khas milik tukang pos. Saat hidup tak
semudah saat ini, saat akses tak sepraktis zaman sekarang, komitmen seseorang
untuk menjalin hubungan mungkin benar-benar teruji.
Ah, bisa kau bayangkan, saat itu mereka sengaja
menggunakan kertas dan pena untuk menulis surat, bukan keyboard dan sambungan internet. Saat mereka meneliti satu per satu
kata dalam suratnya, dan saat mereka dengan hati-hati menggoreskan penanya pada
secarik kertas. Bukankah itu perjuangan tersendiri? Memang ketika zaman sudah
berubah dan pola pikir manusia menjadi semakin praktis, ingin yang instan maka
saat itulah perjuangan menjadi sesuatu yang istimewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar