Catatan ini tidak ditulis oleh seorang yang sudah berumah tangga dan mempunyai banyak anak, catatan ini hanya sekadar goresan pena seorang anak bahasa dan sastra yang mencoba meraba dunia psikologi tanpa dasar apapun dan hanya bermodalkan pengamatan dari lingkungan sekitar. Dewasa ini yang kurasa banyak sekali orang tua yang mengajari sesuatu yang sesat pada anaknya. Apa maksudnya sesat? Ehm…sesat maksudnya orang tua seringkali tidak memikirkan dampak yang akan terjadi dari apa yang dilakukannya terhadap anaknya itu. Berikut ini ada beberapa contoh analisisku dan hasil diskusi dengan teman mengenai beberapa hal yang kerap dilakukan orang tua terhadap anaknya :
1. Mengajari anaknya berbohong
Kasus : Ketika orang tua menyuapi anaknya, mereka kerap melakukan kebohongan agar anaknya mau makan. Misalnya dengan membohongi bahwa di pojok sana ada cicak, atau di depan ada kereta dengan bertujuan agar perhatian si anak terabaikan dan mereka mau makan. Memang hal ini bertujuan baik tapi apa dampaknya???
Hal tersebut sama saja dengan membohongi anak, memang hal kecil tapi ketika anak-anak masih dalam golden age (usia keemasan 3-5 tahun), anak mengalami perkembangan yang sangat pesat, apa yang terjadi bila anak dibiasakan dengan kondisi kebohongan, dia akan mencari “cicak” dan “kereta” yang dikatakan ‘ada’ oleh orang tuanya padahal kenyataannya tidak ada. Hal tersebut dapat membentuk mindset terhadap si anak bahwa “tidak semua hal yang dikatakan itu harus BENAR.”
2. Belajar menyalahkan orang lain
Kasus : Anak kadang rewel dan bertindak seenaknya sehingga ia terjatuh dan terluka. Orang tua kerap menyalahkan benda yang ada di sekitar si anak sebagai objek yang pantas disalahkan. Contoh : si anak jatuh karena menabrak kursi dan orang tua menyalahkan kursi dan mengatakan bahwa si kursi nakal lalu orang tua memukul kursi itudengan tujuan agar si anak tidak menangis.
Dampaknya, ketika anak sudah dewasa dan melakukan kesalahan atau tertimpa sesuatu yang buruk maka ia akan terbiasa menyalahkan orang lain dan merasa lega atau puas jika orang lain yang dipersalahkan.
3. Membuat anak menjadi penakut
Kasus : Anak terlihat tidak lumrah dan tidak mau menurut, contoh :
- Si anak tidak boleh makan jajanan, lalu orang tua mengatakan bahwa jajanan adalah obat yang rasanya pahit, atau cabai yang rasanya pedas, alhasil anak akan trauma apabila mendengar kata obat atau cabai.
- Si anak tidak boleh menuju luar rumah karena banyak kendaraan, tapi orang tua mengatakan bahwa di luar ada Pak XY yang terkenal galak, hasilnya anak akan menjadi penakut untuk menghadapi orang asing.
- Anak melakukan keslahan, orang tua mengatakan bahwa jika si anak berbuat demikian maka ia akan dimarahi Pak XY, dampaknya anak akan takut untuk berbuat.
Alangkah baiknya jika orang tua tidak mengatakan hal yang negatif dan menggantinya dengan hal yang positif. Contoh : anak bermain petasan, orang tua hendaknya tidak berkata, “Awas loh main petasan nanti dimarahin Pak XY.” Mungkin hal itu membuat takut anak, lebih baik orang tua mengatakan, “Dek, kalo gak main petasan dan kalo adek nurut nanti disayang Mama loh.” Jika anak terbiasa mendengar hal positif maka ia akan bertindak yang positif pula.
Hal-hal yang saya tulis ini hanya ide gila atau gagasan yang muncul begitu saja ketika memperhatikan orang tua yang sedang mendidik anaknya dan saya tidak tahu apakah sudah ada penelitian yang membahas tentang hal ini atau belum, yang jelas bagiku banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik. Kepribadian, kecerdasan dan tingkah laku anak tentu saja tidak lepas dari perang orang tua. Ternyata untuk menjadi orang tua membutuhkan persiapan yang sangat matang. Hikmah yang dapat diambil “BUAT ANAK JANGAN COBA-COBA.”
Ajibarang, 10 September 2010, 9.12 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar