Source |
Masih ingat postingan
aku edisi galau yang ini? Ketika dua minggu itu aku meratapi nasibku
sebagai seorang pengangguran intelektual akhirnya saat ini aku mendapatkan
jawaban dari segala gundah gulanaku, halah.
Setelah aku memutuskan untuk meluruskan niatku bahwa mencari pekerjaan tidak
semata-mata karena alasan material, bahwa ada yang jauh lebih berharga daripada
urusan duniawi, yaitu kebermanfaatan bagi orang lain. Tak bisa dipungkiri bahwa
manusia ingin selalu menjerit ketika segala usaha yang telah dilakukannya
ternyata belum jua berbuah. Baiklah, rupanya benar apa yang dikatakan Bang
Fuadi, antara usaha dan terkabulnya keinginan itu ada jarak, dan untuk mengisi
jarak itu yang dibutuhkan adalah kesabaran. Tuhan akan selalu menjawab
pertanyaan manusia, tapi kadang manusia yang terlalu bodoh untuk memahami
maksud Tuhan, butuh waktu dan perenungan yang mendalam untuk menafsirkannya.
Tidak sampai 24 jam ketika aku memutuskan untuk
mengubah mind setku untuk bekerja
demi mengamalkan ilmu, tiba-tiba ponselku berdering, dari layar handphoneku tertulis dengan jelas bahwa
yang memanggil adalah kantor jurusan. Setelah aku angkat dan aku berbicara
dengan orang di seberang sana rasanya seperti ada sesuatu yang jatuh di kepalaku,
besok pagi pukul 07.00 aku diminta untuk mengajar di depan tiga kelas dengan
total 150 mahasiswa pada Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia. Entah kenapa
tiba-tiba aku langsung saja menerima amanah itu, bagiku itu adalah sebuah
tantangan. Ya, meskipun hanya mengajar 6 SKS, dan posisiku hanya sebagai dosen
pengganti karena Bu Uum harus pergi ke Rusia.
Pengalaman Itu yang Terpenting
Bagaimana rasanya mengajar mahasiswa? Grogikah?
Tidak! Beneran, rasanya biasa saja. Kok bisa? Karena yang ada dipikiranku
adalah do the best, jadi aku sudah
tak memikirkan apa-apa lagi selain memberikan segala yang terbaik dan apa yang
aku punya untuk mereka. Satu hal yang menjadi fokusku adalah bagaimana agar aku
bisa menjadi pengajar luar biasa yang mampu menginspirasi.
Source |
Pada pertemuan pertama, aku berkenalan dengan
mereka. Aku panggil nama mereka satu per satu, bertanya dari mana asalnya, dan
lain-lain. Yang lucu itu waktu aku sudah masuk kelas dan mereka mengira aku
sesama mahasiswa, kemudian setelah mereka tahu bahwa akulah yang akan mengajar,
mereka baru masuk kelas dengan muka bengong, hehe. Selanjutnya, aku membahas
sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia. Aku pikir jika kuliah hanya
membahas seuatu yang memang ada di buku itu sama saja bohong. Aku pun melakukan
curah pendapat dengan mereka tentang fenomena penggunaan bahasa Indonesia saat
ini, mulai dari munculnya RSBI, penggunaan bahasa alay, sampai pada media yang
mempengaruhi cara berbahasa. Follow up
nya mereka aku minta membuat tulisan tentang fenomena penggunaan bahasa
Indonesia.
Pada pertemuan kedua, sebelum kuliah dimulai aku
melakukan ice breaking dengan
membacakan puisi WS. Rendra yang berjudul Renungan
Indah. Tak disangka ternyata mereka memberikan respon yang baik. Selanjutnya,
aku membahas tentang ragam penggunaan bahasa Indonesia, manfaat EYD, dan
pedoman penggunaan huruf kapital, setelah itu mereka menyunting tulisan yang
telah mereka buat berdasarkan penggunaan huruf kapital.
Ada beberapa hal yang dapat aku pahami tentang
teknik mengajar setelah dua kali mengajar mahasiswa, antara lain :
1.
Kesan pertama begitu menggoda, lima menit
pertama adalah penentu keberhasilan pembelajaran, bagaimana caranya agar
pembelajaran menarik? Tentu saja pembukaannya harus menarik. Caranya? Bisa
dengan melakukan ice breaking.
2.
Bersikap humanis tapi tetap tegas.
3.
Jangan memberikan tugas terlalu banyak, karena
selain yang mengerjakan juga malas, ternyata yang mengoreksi juga ribet, hehe.
4.
Berikanlah instruksi sejelas-jelasnya ketika
memberikan tugas.
5.
Berikanlah format yang jelas ketika memberikan
tugas yang dikirim via surat elektronik, mulai dari judul surel sampai nama
dokumen.
6.
Jangan keburu emosi dengan mahasiswa yang tidak
mengerjakan tugas, atau mahasiswa yang nitip presensi, dengarkan dulu alasan
mereka.
Sebenarnya ada juga yang lucu sih, karena
rata-rata yang aku ajar adalah mahasiswa yang berusia 18-20 an, jadi agak risih
juga ketika mereka menjabat tanganku, eh malah cium tangan, apalagi kalau cowok
gubrag! Ada juga yang suka meledek
ketika aku keluar kelas, iseng-iseng nawarin antar pulang, malah ada yang minta
nonton bioskop bareng, pingsan aja deh! Sebenarnya
masalah yang sedang aku hadapi saat ini adalah, bagaimana caranya tampil tidak
seperti mahasiswa, padahal model-model baju yang aku punya masih mahasiswa
banget, hmmm.
Baiklah, tapi aku menikmati hidupku saat ini, pada
fase kehidupan baru yang sedang aku jalani. Semangat berbagi! Lantangkan mantra
: Man shobaro zhafiro, barangsiapa
bersabar, niscaya akan beruntung.
Haruskah berpakaian seperti ini? (source) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar