Rabu, 25 Juli 2012

Untuk Ibu Oyi


Sepenggal kisah, hadiah untuk calon keponakanku.

Ya, itulah namanya. Tapi dia lebih beken dipanggil dengan sebutan “Oyi”. Mungkin diambli dari “Qori” (Iqra) yang katanya artinya membaca. Kata Oyi sampai saat ini dia pun belum tahu secara pasti, apa arti namanya. Yosnia diambil dari nama orang tuanya, Qori artinya membaca, dan Zamza adalah mata air, nyambung? Ya disambung-sambungin saja, hehe.

Kali pertama aku mengenalnya (eh, bukan mengenal, tapi cuma tahu) yakni ketika lomba murid teladan SD tingkat kecamatan. SD Oyi adalah SD paling favorit di kecamatanku, sebagai rival aku tentu penasaran, siapa gerangan perwakilannya? Ternyata guruku mengenal Oyi. Datanglah gadis kecil itu mendekatiku dan guruku, dia membawa gorengan di tangannya, bibirnya pecah-pecah dan komentar dari guruku adalah, “Oyi bedakan sih ngapa” (Oyi, lebih baik kamu memakai bedak). Pertemuan pertama yang sama sekali tidak mengesankan.

__________

Aku dan Oyi berada di SMP dan SMA yang sama. Tapi kami mulai dekat ketika kami berada dalam satu kelas di SMA tingkat dua. Ketika SMP aku dan dia sama-sama menjadi pengurus OSIS, kami juga sering menjadi delegasi perlombaan bersama. Tapi, kami sangat berbeda. Aku adalah anak culun yang sama sekali tidak diidolakan oleh kaum lelaki. Aku lebih mengutamakan untuk bergelut dengan urusan akademik, OSIS, dan lomba-lomba. Sedangkan Oyi terkenal sebagai anak gaul di SMP, bahkan jika ia memakai ikat pinggang baru, aku kadang berpura-pura lewat depan kelasnya untuk melihat ikat pinggang glamornya itu. Sama halnya ketika Oyi memiliki handphone baru, anak-anak kelasku pun langsung ribut, akhirnya aku diam-diam mencuri pandang dan terkagum-kagum ketika dia mengeluarkan HP-nya dari dalam tas. Apalagi ketika ada kabar bahwa Oyi jadian dengan teman sekelasnya, waaah siapa sih yang nggak pengin tau gosipnya? Ha ha ha. Lalu ketika kami study tour, aku dan Oyi tak sengaja bertemu di museum IPTEK, tentu saja dandananku nggak banget, aku cuma pakai kaus panjang, bertopi merah dan kadang-kadang dipanggil guru untuk memberikan penjelasan percobaan IPTEK sebagai arsip sekolah. Sedangkan kulirik Oyi menggunakan baju yang sangat trendy, berkalung handphone Samsung yang sangat keren. Kadang ada lelaki dari sekolah lain yang minta berfoto dengannya, buset bahkan aku dilirik pun enggak, apa lagi diminta foto bareng hahaha.

Ketika kami berada di SMA yang sama, perbedaan pun semakin ketara. Dia adalah pasukan pengibar bendera di Kabupaten, sangat terkenal di kalangan kelas X. Kami pun semakin jauh dan jauh. Hingga akhirnya kami naik ke tingkat dua. Ternyata oh ternyata aku harus sekelas dengan makhluk populer itu, “Oh noooo, aku nggak mungkin cocok sama dia,” begitu kata batinku.

Rupanya dugaanku salah besar. Kepribadianku di SMP dan SMA memang sangat berbeda, seperti yang sudah aku ceritakan, dulu aku adalah makhluk culun yang super serius. Tapi, mungkin seperti seekor kuda yang biasa diikat kemudian dilepas, aku pun dapat menikmati hawa kebebasan di SMA. Aku mulai mengubah dandananku, sikapku, cara berpikirku, memang prestasiku jauuuh jauuuh jauuuh menurun. Tapi, mungkin di situlah aku dapat menemukan “teman” yang benar-benar “teman” yang mau berteman denganku bukan karena aku adalah juara umum, anak guru, atau aktivis OSIS. Ternyata aku menemukan jati diriku yang sebenarnya, aku menemukan teman yang sangat cocok denganku, salah satunya? Siapa lagi kalau bukan Oyi yang selama ini aku anggap tidak akan cocok. Yaa, meskipun sifat dasar kami memang bertolak belakang.

Hal yang paling membuatku terkejut adalah ketika Oyi memutuskan untuk berjilbab, sedangkan di antara geng  kami belum ada yang mengenakannya. Ketika aku berkata bahwa, “Aku belum dapat hidayah.” Tapi secara tak menggurui dia berkata, “Kalau Cuma nunggu hidayah ya dia nggak bakal datang.”

Sama halnya ketika pagi itu, aku dan Oyi bersepeda keliling kampung, dia mengatakan bahwa akhir tahun 2011 dia akan menikah, Whaaaaat? Ya sih, ketika aku pikir-pikir apa lagi yang dia tunggu? Selama aku berteman dengan dia, baru kali ini aku melihat dia begitu semangatnya bercerita tentang seorang lelaki, ya Mas Bakti, suaminya itu. Pikirannya memang 10 kali atau 100 kali di depan kami. Dia selalu berada di depan kami. Seperti saat ini, dia sangat-sangat berakselerasi. Di saat teman-temannya masih menggalaukan pendidikan, jodoh, dan lain-lain, dia telah meraih semuanya.

Oyi biasanya menjadi orang pertama yang aku ajak diskusi atau curhat. Mengapa? Karena omongannya pedeees booook. Aku lebih suka curhat dengan orang yang bisa membuatku mengalahkan kesedihanku. “Tampaar akooh mbaaak, tampaaar akooh.”

Trus maksudnya apa aku bikin tulisan ini? Yaaa nggak ada maksud sih, aku cuma nulis sesuai dengan moodku, jadi yang lain jangan iri ya? Hahaha.

Aku cuma bisa memberikan doa yang tulus buat Oyi, semoga baby lahir dengan sehat, selamat dan yang paling penting Oyi bisa menjadi perempuan yang diimpikan dan dikagumi. Amiin.

With love,

6 komentar:

  1. "omongannya pedess" wkwkwkwk

    BalasHapus
  2. Bahahhaaaha.. Ngikiik..
    Booo eyke lupa sabuk ky apa gerangan, prasaan aku pk sabuk smp yg karatan itu loh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya, aku juga pake sabuk kuning yang karatan itu. Kae loh udu pas lagi sekolah tapi pas lagi nganggo klambi bebas, tetiba Ita hebring jere sabuke OYI APIK BANGET -_-

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus