Mungkin bukanlah tindakan yang bijak jika aku
banyak menulis tentang orang lain tapi orang terdekatku tak pernah aku
kisahkan. Baiklah, kali ini aku akan bercerita tentang salah satu keajaiban dalam
hidupku. Ya, mereka adalah belahan jiwaku : kakak-adikku. Kami dilahirkan empat
bersaudara dalam keluarga kecil dan sederhana. Kami memang bukan kakak-adik
yang sempurna, dulu ketika kami masih kanak-kanak kami sering sekali
bertengkar, sampai-sampai aku kabur dari rumah (tapi kabur ke rumah Mbah,
percuma dong hahaha). Tapi kau tahu, justru memori-memori itulah yang membuat
kita tersenyum penuh makna ketika mengingatnya.
Arine Astika
Mba Rin, begitulah kami memanggilnya. Sungguh tak
ada satu orang pun yang pernah mengatakan bahwa aku lebih cantik dari kakak
pertamaku ini. Dia memang cantik, kulitnya putih bersih, wajahnya imut sekali
walau penampilannya sangat sederhana.
Hal yang istimewa dari mbakku yang satu ini adalah
bagaimana ia dapat mengontrol sugestinya, bagaimana ia mampu bertahan dikala
keadaan yang tak menentu, dan bagaimana ia mampu menangguhkan egonya hingga
akhirnya memilih menjadi ibu rumah tangga biasa agar bisa fokus pada keluarga
kecilnya. Dia adalah orang yang kehilangan separuh masa mudanya dan terpaksa
menghabiskan tujuh tahun untuk menamatkan S-1. Bukan karena apa-apa tapi karena
kesehatan yang kadang datang dan pergi tak
menentu. Dia divonis menderita endometriosis
selama hampir tujuh tahun dan selama itu ia tak pernah pergi ke luar kota. Selain
itu, hampir enam bulan sekali dia terpaksa masuk rumah sakit, vertigo, infeksi
saluran kencing, infeksi saluran pernapasan, tifus dan apalagi sampai aku tak
ingat. Dan itulah yang membuatnya sangat membenci obat-obatan kimia.
Sebenarnya apa yang bisa menyembuhkannya? Selain
doa, tentu saja karena sugesti diri, menurut dia apa yang kita pikirkan itulah
yang terjadi. Mba Arin adalah salah satu orang paling optimis yang pernah aku
kenal. Dia mengajariku tentang arti ketidakpercayaan pada hal-hal negatif yang
menghantui kita, buktinya saat ini dia sedang mengandung anak keduanya meskipun
sebelumnya dia pernah divonis akan susah memiliki keturunan. Dia mengajariku
arti “belajar dari pengalaman hidup” bahwa ketidaksempurnaan itu nantinya yang
akan menjelma menjadi pembelajaran terindah dalam hidup ini.
Theo Yudistira
Mas Theo adalah orang yang bisa dibilang mirip
dengan tokoh wayang Yudistira atas sikap nerimonya.
Dia kakak yang selalu ada untukku bagaimana pun keadaanku, pengorbanannya
untukku mungkin sudah tak dapat kuhitung. Sikap lembutnya dan aaaaah sudahlah
aku tak bisa lagi mengungkapkan dengan kata-kata. Jika Tere Liye pernah berkata
bahwa Laisa adalah Bidadari Surga karena pengorbanannya pada keluarga, mungkin
bagiku Mas Theo adalah bidadara surga.
Dia yang dulu pernah mengajariku membaca kitab
suci, mengajariku membaca jarum jam, mengantarku kemana pun aku mau, dan
menghabiskan masa kecilnya bersamaku. Itu mengapa dulu aku lebih sering main
robot dari pada main boneka, hehehe. Sejak lulus SMA, dia langsung diterima di
Sekolah Polisi Negara, dan perjuangannya untuk keluarga itu subhanallah, mungkin saja jika Mas Theo
tidak memberikanku ponsel, aku baru memiliki ponsel ketika semester empat
karena semua ponselku dialah yang memberikannya.
Kalau aku bilang kehidupannya itu sangat mulus,
semulus jalan tol. Setelah lulus SMA dia langsung jadi polisi, penempatan,
pindah ke kampung halaman, punya istri yang nerimo,
baik dan cerdas, dan sedang menanti kelahiran anak pertama mereka. Kenapa bisa
begitu ya? Mungkin ini buah dari perbuatan-perbuatannya kali ya? Hihihi. Yah, walaupun
nggak ada orang yang sempurna di dunia ini tapi Mas Theolah salah satu orang
yang menginspirasiku untuk selalu berbagi walau dalam keadaan sulit sekalipun.
Johar Putra Adek Artemi
Mungkin dari sekian banyak orang di dunia dialah
orang yang tidak mempunyai nama. Bagaimana bisa begitu? Johar adalah akronim dari Jono-Haryati, Putra berarti anak dari, Adek
berarti adik dari, dan Artemi adalah
akronim dari Arine, Theo, Mina. Jadi namanya memiliki arti : putra dari
Jono-Haryati dan adik dari Arine, Theo, Mina. Jadi dia sebenarnya tidak punya
nama, hahahaha.
Apa yang bisa aku banggakan dari makhluk culun
itu? Hahaha, tentu saja ada. Dia adalah orang yang selalu menang di akhir
peperangan. Dulu ketika dia masih duduk di Sedolah Dasar, dia adalah anak yang
menduduki peringkat 27 dari 30 siswa. Tapi ketika kelas 6 SD dia benar-benar
bertekad agar diterima di SMP favorit di daerah kami, akhirnya dia pun keterima
di SMP 1 Ajibarang. Begitu juga ketika dia duduk di bangku SMP, dari sekian
banyak try out, dia kerap tidak lulus
tapi ajaibnya saat ini dia telah diterima di SMA favorit di Kabupaten yaitu SMA
1 Purwokerto. Sangar juga itu anak
kalau sudah bertekad.
Itulah yang membuat aku sangat bersemangat untuk
mendidik adikku jadi seorang pemimpi. Mungkin
metodeku adalah metode mendidik yang aneh (bahkan hal ini juga dilakukan oleh
keluargaku), kami sering sekali “menghina” adikku hahaha, ya dengan menghina
itulah makanya dia bisa termotivasi. Dia adalah orang yang paling sering
dimarahi dalam keluargaku, tapi anehnya dia tetap bersemangat dan tidak pernah
marah. Mungkin mentalnya sudah teruji. Bahkan sebelum pengumuman masuk SMA aku
pernah melemparkan seragam olahraga SMAku pada adikku, “Nyoh, seragam olahragaku, seragam SMA favorit, mbokan ko ra ketampa
neng SMA hahaha.”(Nih, seragam olahragaku, seragam olahraga dari SMA
favorit, takutnya kamu nggak keterima di SMA favorit). Memang kelihatannya tega banget, tapi dari situlah muncul
semangatnya agar dia bisa “lebih” dari kakak-kakaknya makanya dia langsung
rajin belajar. Tradisi nilai adik harus melebihi nilai kakak harus selalu
dilestarikan (kasihan Mbak Arine ya, hahaha).
Mulai saat ini, aku tanamkan pada adikku agar
terus bermimpi, ya Akpol atau ITB menantimu dik, apa pun akan kami lakukan. Bersemangatlah!
Especially thanks to Alloh for
giving me an amazing family. Papah-Mamah, Mba Arine, Mas Theo, dan Adek. I love
you all.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar