Selasa, 12 Juni 2012

Ketika Kau Mengingatku Maka Kau Akan Mengingat-Nya


Ketika membuka catatan lama, tiba-tiba menemukan ini, semoga bermanfaat.
 
Waktu itu aku mendapat amanah untuk menjadi panitia dalam sebuah seminar. Sudah begitu lama aku menunggu pembicara utama datang. Setelah cukup kepanasan tiba-tiba datang seorang ukhti mendekatiku, dia menjabat tanganku erat. Waktu itu aku masih terbengong dan tak menyangka karena dia adalah pembicara utama dalam seminar itu. Dia berjalan dengan dibantu tongkat penyangga, kakinya terlihat begitu lemah dan dengan ukuran kaki yang berbeda satu dengan kaki lainnya. Dia cacat. “Subhanallah” dalam hatiku bertutur.

Senyumnya mengembang dia berkata, “Perkenalkan nama saya Mimin. Siapa nama Mbak?”
“Nama saya Fibri,” jawabku singkat. Kulihat dia meninggalkanku menuju podium utama. Ketika Mimin melangkah di depan peserta seminar (tentu dengan dibantu oleh panitia) hampir semua peserta seminar berdecak, “Subhanallah.” Mungkin para peserta tidak menyangka bahwa pembicara utama adalah seseorang yang penuh dengan keterbatasan.
Mimin membuka seminarnya dengan suara yang mantap. Sungguh dengan kekurangannya, tidak berpengaruh apapun pada kemampuannya yang luar biasa.
“Mungkin ketika teman-teman melihat saya, teman-teman kaget dan tidak menyangka bahwa ternyata MImin adalah seorang yang cacat, tapi sungguh saya tidak pernah menyesalkan kekurangan saya kepada Allah, saya malah bersyukur karena lewat cobaan yang dianugerahkan kepada saya, maka orang lain dapat mengingat Allah.”

“Waktu saya kuliah (bahkan orang-orang tak menyangka bahwa aku bisa kuliah), mereka tidak ada yang menduga bahwa saya bisa menaiki lantai tiga, ya walaupun selalu dibantu oleh teman-teman saya. Teman-teman secara bergantian menuntun saya untuk menaiki tangga. Lagi-lagi orang lain yang melihat saya mengucapkan asma Allah.”

“Pun sama halnya waktu saya menjadi lulusan terbaik di Fakultas Psikologi, orang-orang benar-benar tidak menyangka, mereka mengucapkan nama Allah ketika mengetahui bahwa lulusan terbaik adalah seseorang yang cacat.”

“Ketika usiaku sudah matang dan waktunya untuk menikah, tiba-tiba seorang pemuda normal yang sholeh mengkhitbah saya dan saya pun menikah dengannya. Ketika walimah orang-orang kembali mengucapkan nama-Nya dan tak menduga bahwa saya pun bisa menikah dan berumah tangga.”

“Setelah beberapa tahun pernikahan, saya pun hamil. Ketika melahirkan orang-orang kembali menyebut kebesaran Allah karena saya bisa melahirkan normal dengan selamat dan anak yang tidak cacat.”

“Sungguh apabila lewat kekurangan saya, cacat seumur hidup saya, maka orang lain dapat mengingat-Nya, dan bersyukur atas nikmat-Nya. Maka saya ikhlas. Karena apabila Allah sudah berkehendak maka segalanya akan menjadi mudah.”

Subhanallah
Allahuakbar

Dia pun tersenyum penuh kasih padaku, senyum yang sangat teduh dan mendamaikan hatiku.

Keterbatasan bukanlah alasan untuk mengembangkan diri, apabila seseorang yang “terbatas” saja bisa, seharusnya itu menjadi motivasi dan kekuatan bagi kita. Setiap kemauan pasti ada jalan, sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Hadapi hidup ini dengan berpikir poisitif dan khusnudzon atas segala ketetapan-Nya. Semua pasti akan menjadi indah apabila kita ikhlas dalam menapaki jalan kehidupan ini, walaupun kadang ada kerikil tajam yang menghalangi dan melukai kaki kita, pasti itu hanya ujian. Dan Allah tidak akan memberikan cobaan yang tidak bisa dilampaui oleh hamba-Nya.
Mataku mengkristal, jauh di lubuk hati tersimpan semangat membara.


*Terinspirasi dari catatan Asma Nadia

(Shafira, 13 Mei 2010. 9.52 AM)

2 komentar: