Jumat, 29 Juni 2012

Lelaki Rumit


Source

Hanya sebuah cerita

Permintaan maafku tulus dari lubuk hatiku yang paling dalam. Sungguh bukan karena alasan “Maaf aku nggak bisa karena kamu terlalu baik untukku”, hanya saja alasanku terlalu sulit untuk aku katakan. Mungkin ini yang benar-benar dinamakan kerumitan.
Tujuh tahun yang lalu, awal dari segala penyesalanku. Mengapa waktu itu aku dengan bangganya dan merasa begitu girangnya ketika berhasil berkenalan denganmu. Seorang laki-laki cerdas, alim, calon pemimpin. Look like perfect one for me.
Pertemuan itulah yang awal penyesalanku, ketika aku membalasi satu demi satu pesanmu dan menjawab panggilan jarak jauhmu setiap pagi. Yah, tak ada yang kurasa, tidak lebih dari seorang kakak, sahabat, bahkan idola bagiku. Tapi apa dikata, kau terus tebarkan pesonamu, aku kira hanya aku ternyata selama ini aku salah
Pagi kau telepon aku, telepon dia, dan dia, serta dia. Malam kau temui aku, temui dia, dan dia, serta dia. Jaring yang kau tebar sungguh terlalu banyak dan garang.
Sejak itulah. Panas setahun, telah kau hapus dengan hujan sehari.
Tahun demi tahun berlalu. Kau melalang-buana pada bunga, bahkan surat cintamu padanya pun kubaca. Sungguh tak ada rasa lain yang tersirat di hati ini selain, “Betapa hidung belangnya kau.”
Tahun pun berganti. Kau tiba-tiba datang menghampiri, menawarkan benih cintamu yang telah kau sebar kemarin kepada sahabat-sahabatku, apakah kau anggap aku hanya serep yang kau pakai ketika roda kendaraanmu rusak tertancap paku di tengah jalan? Ataukah kau anggap aku hanyalah pilihan terakhirmu?
Tidak hanya sekali, dua kali, lima kali, tapi sungguh berulang kali kau mencoba luluhkan hati. Mungkin ini yang namanya hati yang sudah membaja. Segala macam perjuanganmu serasa sia-sia. Maaf.
Maaf jika pernah tak mau menerima kedatanganmu.
Maaf jika hanya menemui lima menit setelah perjalananmu dari Jakarta-Semarang.
Maaf jika hadiah-hadiah yang kau beri aku berikan pada orang lain.
Maaf jika tak mau mengangkat teleponmu.
Maaf. . .
Jika kau pernah bilang bahwa aku seperti seorang anak yang bermain layang-layang yang semudah itu menarik-ulur benang, maka aku tak akan lagi.
Mungkin ini terlalu klise jika kau anggap aku hanya melihat dari kaca spion yang kecil. Namun, jika kau memahamiku bahwa perasaan perempuan itu adalah kerumitan dan aku tak mau menjadi rumit. Kamu adalah laki-laki terumit dalam hidupku.
Maaf, maaf, maaf.
Semoga kamu mendapatkan yang terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar